Kamis 03 Dec 2015 11:41 WIB

Persepsi yang Buat Masyarakat Enggan Gunakan Lembaga Jasa Keuangan

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi & Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti Soetiono (tengah), Kepala Departemen Penyidikan sektor Jasa keuangan OJK Rusli Nasution (kiri), dan perlindungan konsumen kusumaningtuti s soetiono, Deputi Komisioner Manaje
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi & Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti Soetiono (tengah), Kepala Departemen Penyidikan sektor Jasa keuangan OJK Rusli Nasution (kiri), dan perlindungan konsumen kusumaningtuti s soetiono, Deputi Komisioner Manaje

EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) fokus pada penanganan pengaduan konsumen. Tujuannya, masyarakat mau menggunakan jasa lembaga keuangan.

Pada 21 Januari 2013 Layanan Konsumen OJK pertama kali beroperasi, dengan perlengkapan dan sumber daya yang masih sangat terbatas. Layanan Konsumen OJK terus berkembang sehingga didukung peralatan memadai dengan teknologi dan sumber daya yang lebih mumpuni. Dari sisi regulasi pun OJK telah mengatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 mengenai penanganan pengaduan oleh pelaku usaha jasa keuangan, misalnya mengenai kewajiban tersedianya unit layanan konsumen dan juga batasan 20 hari kerja untuk menyelesaikan pengaduan. Dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014, OJK mengatur mengenai keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

"Penanganan pengaduan penting sehingga menjadi perhatian serius OJK dan perlu diatur secara khusus dalam peraturan OJK karena berkaitan erat dengan upaya OJK untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan dalam rangka meningkatkan akses keuangan masyarakat," jelas Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono, dalam sambutan di acara seminar tentang manajemen pengaduan konsumen, di Jakarta, Kamis (3/11).

Dia menjelaskan, akses ke sektor jasa keuangan masih menjadi permasalahan utama bagi masyarakat di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh tiga hal, yakni, rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat; tidak tersedianya layanan keuangan ditengah masyarakat; serta adanya perasaan traumatis dan persepsi negatif terhadap layanan keuangan yang pernah dialaminya ataupun cerita yang diterimanya.

Seminar tersebut berkaitan erat dengan aspek yang ketiga, yakni upaya untuk mengubah persepsi masyarakat bahwa sektor jasa keuangan itu seperti hutan belantara, gelap, rumit, dan menakutkan. Kondisi itu terjadi di daerah-daerah yang masyarakatnya enggan berkunjung ke lembaga keuangan seperti bank dan perusahaan asuransi karena persepsi mereka  bahwa kantor LJK itu mewah dan ber-AC, pegawainya berpakaian rapi dan wangi, pintar sehingga mereka merasa takut dan tidak percaya diri untuk berhubungan dengan lembaga keuangan.

Dia menggambarkan, kebanyakan konsumen ingin menyampaikan keluhan atas suatu permasalahan, tetapi tidak mengetahui apakah tersedia layanan untuk itu, tidak jelas apakah keluhan akan ditindaklanjuti dengan serius, tidak tahu perkembangan penanganan keluhan yang disampaikan, dan juga tidak memahami penjelasan yang disampaikan karena menggunakan bahasa teknis yang tidak semua orang mengerti. Hal itu akan membuat stress dan akan berhenti berhubungan dengan penyedia layanan tersebut, serta akan menyampaikan kesan dan pengalaman negatif tersebut kepada keluarga atau orang-orang disekitarnya. Hal itu dapat terjadi di lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta.

OJK bertekad agar hal tersebut tidak terjadi di sektor jasa keuangan. OJK ingin lembaga jasa keuangan lebih dekat dengan masyarakat. Kedekatan ini bukan hanya terjadi saat memasarkan produk, tetapi juga ketika konsumen merasa ada permasalahan yang harus disampaikan. Dengan demikian, kompetensi dalam menangani keluhan konsumennya menjadi krusial agar penyampaian keluhan dan penyelesaiannya tidak menimbulkan pengalaman yang negatif bagi konsumen.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement