EKBIS.CO, JAKARTA -- Banyak tantangan yang masih membelit perbankan syariah di 2016, diantaranya masalah permodalan, efisiensi, inovasi produk, SDM, teknologi, layanan dan jaringan, pendanaan (funding), kualitas aset, dan sebagainya.
Dari sekian banyak masalah tersebut, salah satu permasalahan penting yang dihadapi adalah masalah kualitas aset, yakni bagaimana perbankan syariah mengatasi dan mencegah pembiayaan bermasalah (non performing financing atau NPF).
"Hal ini penting karena di 2015, NPF perbankan syariah lebih tinggi dibanding non performing loan (NPL) konvensional," ujar Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Agustianto Mingka, kemarin.
Semua bank di Indonesia, baik konvensional maupun syariah dilanda pelambatan pertumbuhan penyaluran kredit atau pembiayaan dan diiringi pula peningkatan rasio kredit bermasalah. Hal ini dikarenakan faktor tekanan eksternal seperti melemahnya ekonomi dunia, termasuk negara besar seperti Cina dan ketidakpastian suku bunga The Fed.
Dua faktor tersebut diprediksi masih akan mempengaruhi ekonomi domestik, termasuk sektor perbankan yang erat hubungannya dengan pembiayaan sektor riil.
Banyak pengamat dan bankir memperkirakan di 2016 ekonomi Indonesia bakal membaik, setelah 2015 mengalami pelambatan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan menunjukkan optimisme akan adanya recovery di 2016.
Bank Indonesia (BI) juga telah mengisyaratkan bakal ada pelonggaran moneter karena melihat tekanan terhadap ekonomi makro telah mulai melonggar yang ditandai dengan indikator inflasi yang terkendali dengan baik dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang sudah stabil.
(baca: Ini Negara Pertama yang Sambut Tahun Baru 2016)