EKBIS.CO, JAKARTA -- Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menilai masalah utama yang muncul dari MEA adalah kesiapan kompetensi tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja buat pekerja Indonesia. Namun, OPSI mengapresiasi Kementerian Ketenagakerjaan yang telah menetapkan 85 standard kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) hingga pembangunan enam balai latihan kerja baru (BLK).
Namun upaya-upaya tersebut dinilai hanya merupakan capaian membangun infrastrukturnya saja, bukan terkait jumlah dan kualitas kompetensi pekerja Indonesia. Sekretaris jenderal OPSI Timboel Siregar mengatakan seharusnya capaian dan upaya membangun infrastruktur tersebut dilakukan jauh-jauh hari sehingga ketika MEA berlangsung Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri sudah bisa mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak pekerja dengan sertifikasi kompetensi. Sehingga, pekerja Indonesia pun sudah siap bersaing di era MEA.
"Kalau saat ini pemerintah masih bicara soal infrastruktur, kapan lagi tercipta pekerja pekerja Indonesia yang memiliki sertifikasi kompetensi, sementara MEA sudah berlaku dan pekerja Indonesia harus berkompetisi bebas secara langsung," ujarnya, Rabu (6/1).
Dia menilai pemerintah lamban menciptakan pekerja-pekerja kompeten. Secara jumlah, sebagai contoh, di Kepulauan Riau ada sekitar 400 ribu pekerja tetapi yang memiliki sertifikasi kompetensi hanya sekitar 1.400 pekerja. Ini membuktikan rasionya masih sangat kecil. "Untuk tingkat nasional, saya menyakini masih sedikit pekerja Indonesia yang memiliki sertifikasi kompetensi," ujar Timboel.
Sebelumnya, Menaker mengatakan telah melakukan beberapa upaya dalam menghadapi MEA, diantaranya adalah menetapkan 85 standard kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI), akreditasi 725 balai latihan kerja (BLK) dan lembaga pelatihan kerja swasta (LPKS), dan sertifikasi terhadap 167 lembaga sertifikasi profesi (LSP). Kemnaker juga telah melakukan percepatan pengembangan standard kompetensi kerja nasional Indonesia (SKNNI) di semua sektor dan percepatan penerapan kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI) serta membangun enam BLK baru di Banyuwangi, Sidoarjo, Bantaeng, Pangkajene, Belitung, dan Lombok Timur. BLK tersebut merupakan salah satu implementasi program revitalisasi BLK dan telah dilakukan peremajaan peralatan pelatihan di BLK senilai Rp 43 miliar.