EKBIS.CO, JAKARTA –- Nilai tukar rupiah dinilai cukup mudah goncang saat ada pemicu gejolak eksternal. Faktor utamanya bersumber dari kepemilikan asing yang cukup besar dalam bentuk hot money.
Ekonom dan Direktur Penelitian KENTA Institute, Eric Sugandi, menjelaskan, kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) mencapai 38 persen. Di Bursa Efek Indonesia (BEI), kepemilikan asing sempat mencapai 60 persen, namun saat ini sudah turun. Sementara di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), kepemilikan asing masih cukup kecil.
“Uang asing banyaknya di saham dan obligasi pemerintah. Kepemilikan investor asing yang signifikan membuat rupiah rentan terhadap capital outflow,” jelasnya dalam paparan Indonesia’s Outlook 2016 di Jakarta, Senin (11/1).
Eric menambahkan, selain kepemilikan asing, faktor kedua yakni distribusi valuta asing yang tidak merata. Dana pihak ketiga (DPK) dalam bentuk valas hanya terkonsentrasi di bank besar.
Kemudian, faktor ketiga, korporasi banyak yang tidak melakukan lindung nilai (hedging) secara penuh. “Saat rupiah tertekan, mereka akan panik mencari dolar,” ucapnya.
Eric memproyeksikan, nilai tuakr rupiah di akhir tahun 2016 akan di kisaran Rp 13.800 per dolar AS. Meski demikian, jika melihat fundamental ekonomi Indonesia, menurutnya, nilai tukar rupiah harusnya berada di kisaran Rp 12.800 – Rp 13.200 per dolar AS. Asumsi RP 13.800 tersebut telah mempertimbangkan adanya faktor gejolak eksternal yang membuat tekanan terhadap rupiah.