EKBIS.CO, JAKARTA --- Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng mendukung penuh Kementerian ESDM yang berencana melakukan revisi terhadap beleid tentang distribusi gas. Hanya saja, perubahan beleid juga harus diikuti dengan implementasi, sehingga tidak terulang adanya pelanggaran terhadap regulasi yang ada.
“Saya mendukung sekali. Memang seharusnya begitu. Supaya kita masing-masing tidak terlalu sentrik institusi,” kata Tanri di Jakarta, Selasa (12/1).
Aturan dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37/2015 tentang Penetapan Alokasi, Harga Gas, dan Pemanfaatan Gas Bumi. Selain itu, juga Permen ESDM Nomor 19/2010 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa. Revisi tersebut, antara lain bertujuan agar PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) menjalankan open access dan membolehkan jaringan pipa gas milik mereka digunakan perusahaan lain.
Menurut Tanri, revisi memang harus dilakukan. Alasannya, supaya BUMN tidak hanya berpikir demi kepentingan institusi masing-masing, namun demi kepentingan nasional. Karena open access, lanjutnya, merupakan upaya untuk menekan biaya infrastruktur, sehingga pada akhirnya bisa menekan pula harga jual kepada konsumen.
“Jadi jangan sendiri-sendiri. Dalam era yang sudah mengglobal seperti MEA sekarang pun, kita harus membangun sinergi,” kata Tanri.
Tanri mengingatkan, domain regulasi saja, dalam hal ini revisi Permen ESDM, tidak cukup. Hal lain yang tak kalah penting adalah implementasi yang menjadi kewenangan Menteri BUMN.
Dalam hal ini, kata Tanri, Menteri BUMN memiliki kewenangan terhadap seluruh BUMN di Tanah Air. Dengan demikian, apabila terdapat BUMN yang tidak memenuhi aturan, misal tidak mematuhi regulasi yang sudah dikeluarkan Menteri ESDM, menteri tersebut bisa mencopot direksi terkait. “Menteri BUMN kan punya kuasa. Dia bisa menarik dan mencopot direksi. You tidak mengikuti pembenahan, ya sudah, you mundur saja. Susah-susah amat,” kata Tanri.
Dalam pandangan Tanri, sikap Menteri BUMN memang harus bersikap tegas. Hal ini untuk menghindari preseden buruk karena sebelumnya sudah terdapat BUMN yang enggan membuka pipa meski aturan telah ditetapkan. “Bagi saya ini sangat sederhana. Menteri BUMN saja atau aparatnya tinggal memanggil Direksi BUMN tersebut,” lanjut Tanri.
Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaya mengatakan, sesuai Permen ESDM Nomor 37/2015, kebijakan mengenai open access seharusnya bersifat wajib. Dengan demikian, semua tergantung pemerintah agar implementasi berjalan baik. “Tergantung pemerintah untuk bersikap tegas. Kalau tidak tegas, ya susah,” katanya.
Menurut Widjaya, sikap tegas pemerintah memang menjadi kata kunci. Hanya dengan sikap tegas, PGN bisa menjalankan kebijakan open access. Jika tidak, besar kemungkinan PGN tetap tidak mau membuka pipa-pipanya. Alasannya, selain karena merupakan perusahaan terbuka, lanjut Widjaya, keengganan PGN membuka pipanya juga karena merasa pemerintahlah yang menjadikan mereka sebagai perusahaan publik.
“Untuk itu semua memang harus dikembalikan pada ketegasan pemerintah. Mau ke mana arahnya?” ujar Widjaya.