EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengundang 150 perusahaan existing dan investor Korea Selatan (Korsel) untuk mensosialisasikan layanan izin tiga jam. Hal ini karena, sebagai negara dengan investasi terbesar di Indonesia, Korsel masih belum memanfaatkan layanan perizinan cepat tersebut.
"Kami mengharapkan investor dari Korea Selatan ada yang mulai memanfaatkan layanan izin investasi tiga jam yang telah secara resmi diluncurkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 11 Januari 2016," ujar Kepala BKPM Franky Sibarani, di Jakarta, Selasa (2/2).
Melalui pertemuan tersebut, Franky memaparkan mengenai perbaikan layanan investasi, di antaranya fasilitas percepatan jalur hijau yang memangkas waktu pengiriman barang baik barang modal maupun bahan baku ke Indonesia. Korea Selatan merupakan salah satu negara mitra utama investasi Indonesia. Realisasi investasi Korea Selatan selama 2015 tercatat mencapai Rp 15,1 triliun terdiri dari 2.329 proyek. Sedangkan sejak 2010-2015, investasi yang telah direalisasikan mencapai angka Rp 79,6 triliun. Sementara, dalam komitmen investasi Korea Selatan pada 2015 sebesar 4,8 miliar dolar AS dengan pertumbuhan mencapai 86 persen dibandingkan dengan periode pada tahun sebelumnya.
"Aktivitas investasi dari Korea Selatan termasuk yang menjadi sumber investasi ke Indonesia selama lima tahun terakhir selalu berada di peringkat lima teratas," kata Franky.
Franky mengatakan, investor dari Korea Selatan juga terus menunjukkan kepercayaan dan optimisme terhadap iklim investasi di Indonesia. Apalagi, perekonomian Indonesia terus menawarkan peluang-peluang investasi yang menjanjikan.
Sejak soft launching pada 26 Oktober 2015, tercatat 16 investor sudah memanfaatkan layanan izin investasi 3 jam, dengan total nilai investasi sebesar Rp 52,2 triliun. Investor tersebut berasal dari Malaysia, Singapura, Saudi Arabia, Inggris, Belgia, Cina, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Selain itu terdapat satu PMDN yang juga menggunakan layanan izin investasi tersebut. Sampai saat ini, investor dari Korea Selatan dan Jepang yang menjadi langgangan lima besar negara asal investasi di Indonesia masih belum memanfaatkan layanan tersebut.