EKBIS.CO, JAKARTA -- Anjloknya harga minyak belum memengaruhi kondisi industri keuangan syariah nasional secara langsung. Meski begitu, Indonesia harus tetap waspada dan mencermati perkembangan kondisi yang ada.
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB Irfan Syauqi Beik mengatakan, memang ada beberapa bank umum syariah (BUS) yang sebagian sahamnya dimiliki perusahaan dari Kawasan Teluk (GCC). Tapi belum ada sinyal dari perusahaan dari negara-negara pengekspor minyak itu untuk melepas saham mereka dari perbankan syariah nasional.
Meski pun, ada satu BUMN asal Arab Saudi yang menjadi pemegang saham di salah satu BUS sudah melepas sahamnya dari unit bisnis lainnya di Indonesia. Menurut dia, hal itu dilakukan karena BUMN dari GCC butuh likuiditas untuk membantu menutup defisit anggaran negara, mereka tidak terlalu ekspansi.
''Keuntungan dari bisnis digunakan untuk menutup defisit ketimbang membuka investasi baru,'' kata Irfan, Kamis (11/2).
Rencana mengundang investasi Timur Tengah setelah kunjungan Presiden Indonesia ke sana juga tertunda. Irfan menduga, karena kondisi domestik di sana berat, negara-negara GCC lebih fokus untuk menutup defisit dalam negeri dulu. Bahkan beberapa perusahaan minyak di sana akan melepas saham mereka ke publik. Jika harga minyak bisa membaik di atas 50 dolar AS per barel, Irfan menilai kondisi ekonomi Timur Tengah bisa jadi akan sedikit lebih baik.