EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Penasihat Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Budiarto Soebijanto mengatakan jagung yang langka di dalam negeri mengakibatkan adanya pencampuran gandum untuk pakan ternak berbahan dasar jagung sekitar 25 persen. Para peternak kekurangan bahan baku pakan dari jagung sehingga menambahkan gandum ke dalamnya.
Harga gandum, kata dia, bukannya lebih murah daripada jagung impor. Saat ini harganya lebih tinggi 5 persen dibandingkan dengan jagung impor. "Sifatnya substitusi, kualitasnya pun lebih bagus kalau tidak dicampur gandum," katanya, Jumat (19/2).
Budiarto menyebut, para peternak dan pengusaha ternak sebenarnya mendukung jika bahan baku pakan ternak diperoleh dari jagung lokal. Impor jagung, kata dia, lebih repot, harganya mahal dan harus direncanakan jauh-jauh hari dalam jumlah besar.
Penggunaan jagung lokal untuk pakan dinilainya lebih segar, proses pengadaannya tidak terlalu lama serta lebih ekonomis. Ia juga secara langsung menguntungkan para petani lokal. Tapi pemerintah harus realistis bahwa jagung lokal belum teratur mencukupi kebutuhan untuk pakan. Ketersediaannya belum stabil karena banyak ketika sedang panen saja.
Dihubungi terpisah, Direktur Pakan Ternak Kementerian Pertanian Nasrullah mengaku belum mengetahui adanya substitusi gandum dalam pengadaan pakan ternak sehingga menyebabkan impor gandum meningkat. "Jagung ada, cukup, kita bekerja sama dengan BUMN Bulog dalam pengadaannya," ujar dia.
Harga jagung untuk bahan baku pakan pun sudah stabil Rp 3.100-3.200 per kilogram. Sebelumnya, harga jagung sempat melonjak setelah pembatasan impor jagung oleh Kementan. Pengendalian impor tersebut dilakukan agar ketersediaan jagung di dalam negeri tidak berlebih dan membuat harga jagung lokal jatuh.