EKBIS.CO, JAKARTA -- Petani cabai disebut membutuhkan informasi perkiraan harga cabai dan kondisi cuaca yang akurat. Sistem itu untuk menjaga agar harga jangan sampai jatuh saat panen raya terutama di sentra-sentra produksi cabai di Indonesia.
"Dengan informasi tersebut petani setidaknya bisa mengatur panen atau dapat juga diselingi dengan tanaman lain agar tidak serentak," kata Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede di Jakarta, Sabtu (12/3).
Petani, jelas Glenn, bisa menyelingi dengan tanaman sayur di luar cabai seperti timun, tomat, dan lain sebagainya sehingga tetap mendapatkan penghasilan. Namun di sisi lain harga cabai tetap terkendali. Glenn mengatakan produksi cabai nasional belum merata sepanjang tahun. Ada bulan-bulan tertentu produksi cabai berada di bawah kebutuhan per bulan, misalnya bulan Juli ketika tanaman cabai kekurangan air.
Gleen juga memperlihatkan fakta impor cabai nasional masih tinggi. Per September 2015, Indonesia melakukan impor cabai sebanyak 23,2 juta kilogram dengan nilai total 27,4 juta dolar AS.
Impor ini dilakukan oleh sektor industri terutama industri makanan olahan karena cabai impor lebih murah dari cabai lokal.Kadin Indonesia bersama dengan pemerintah, petani, dan perusahaan benih nasional saat ini tengah menyusun roadmap dengan tujuan mengendalikan harga cabai agar jangan sampai merugikan petani.
Focus Group Discussion untuk menyusun roadmap telah dilaksanakan pada Kamis (10/11) untuk mendengar sejumlah persoalan agar nantinya dapat dibuat rekomendasi untuk diajukan sebagai suatu kebijakan.
Bunbun Bunyamin, petani asal Garut, Jawa Barat, yang juga ikut dalam forum tersebut mengatakan, harga cabai sangat ditentukan kondisi cuaca dan penyakit seperti saat kemarau panjang produksi mengalami penurunan.
Hal serupa juga diakui petani cabai asal Garut lainnya Adek Sobirin yang mengatakan harga cabai di tingkat pengepul hingga konsumen akhir berbeda jauh. Bagi petani cabai, harga harus di atas Rp12.500 per kilogram, kalau di bawah itu petani akan mengalami kerugian.
Menurut para petani, biaya produksi sebagian besar sekitar 70 persen ditujukan untuk pengadaan pupuk dan pestisida, sedangkan 20 persen untuk tenaga kerja dan lahan, sementara pengadaan benih hanya 5 persen. "Meskipun porsinya paling kecil, tapi kualitas benih akan sangat menentukan hasil panen," kata Adek.