EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mencatat total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.271,82 triliun per Maret 2016. Nilai utang ini naik Rp 75,21 triliun dari posisi Februari Rp 3.196,61 triliun. Sementara posisi di akhir 2015 mencapai Rp 3.098,64 triliun.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, adanya perkembangan utang yang semakin meningkat merupakan hal wajar. Artinta pinjaman utang setiap waktu ada kenaikan tahun per tahunnya.
Meski demikian, saat diukur dengan rasio produk domestik bruto (PDB), penambahan ini masih cukup wajar. Darmin menyebut bahwa rasio utang Indonesia saat ini berada diangka 26-27 persen dari PDB.
"Jadi kesimpulannya oke itu memang ada kenaikan, tapi masih manageable (terkendali)," ujar Darmin di kantornya, Selasa (10/5) malam.
Darmin menjelaskan, total utang Indonesia saat ini terbanyak bukan dalam bentuk valas, namun dalam rupiah. Hal ini karena saat pemerintah mengeluarkan surat utang negara (SUN), pihak asing juga ikut melakukan pembelian. Hasilnya kepemilikian asing di utang rupiah cukup banyak.
Melihat pertumbuhan utang yang kian meningkat, Presiden Joko Widodo, lanjut Darmin, meminta agar kementerian terkait bisa melakukan perhitungan mengenai pembayaran bunga dan cicilannya. Walaupun saat dilihat presentase utang terhadap PDB masih cukup terkendali.
"Kesimpulannya baru pada cicilan dan bunga akan seperti apa. Presiden meminta diperhatikan betul. Dihitung supaya berada pada level aman karena makin lama bisa saja mengurangi ruang fiskal," lanjut Darmin.