Penelitian kecil semakin membuatnya mantap karena hasilnya sejalan dengan pandangan awal. Sebagai langkah pertama pascariset, ia menyusun katalog fesyen daring dilanjutkan dengan sistem pemasarannya yang dirancang dalam jaringan.
Ia juga menghimpun sumber daya utama, yakni produk-produk Muslim dari sejumlah desainer. Ajeng juga merangkul sejumlah komunitas hijab yang akan mendukung perluasan pasar hijab asli Indonesia tersebut.
Pada awal bisnis, Ajeng banyak bekerja rangkap berbagai bidang karena jumlah karyawan yang terbatas. Ia turun tangan langsung membenahi koleksi pakaian Muslim produk Hijup, menjadi stylist saat pemotretan, mengoordinasikan para tenant, prospek desainer baru untuk bergabung di HijUp sampai pengelolaan website. Ia juga berkolaborasi dengan sang suami yang mahir di bidang bisnis e-commerce untuk menyempurnakan sistem pemasaran online produk-produk Hijup.
Masa sulit sempat dihadapinya ketika membesarkan "bayi" Hijup. Yang terasa berat, misalnya, ketika ia harus meyakinkan calon tenant agar mau bergabung memajang produk fashion-nya di HijUp. Ia juga mengajukan sejumlah proposal ke sejumlah desainer busana Muslim tanpa jaminan diterima dengan senang hati.
Tapi, Ajeng terus menguatkan hati. Ia berpegang pada janji Allah sebagaimana tertulis dalam Alquran, "Fainna maal usri yusro, Inna maal usri yusro" yang artinya bersama kesulitan ada kemudahan. Buah dari perjuangan dan kesabaran pun tampak. Pada bulan pertama mendirikan perusahaan HijUp, ia hanya memiliki 14 tenant.