EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai dampak dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Britain Exit (Brexit) dapat teratasi. Namun, bank sentral menegaskan akan memantau lebih lanjut dampak lanjutan dari Brexit ini.
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menjelaskan, dampak dari Brexit masih bisa dikontrol karena BI menilai perdagangan Indonesia dan Inggris jumlahnya kecil
"Karena perdagangan Indonesia Inggris jumlahnya kecil, baik investasi maupun perdagangan ekspor impor. Uni Eropa juga cuma 10 persen dari perdagangan kita," ujar Mirza di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (28/6) malam.
Menurut Mirza, yang harus dipantau lebih lanjut apakah ada dampak lanjutan dari Brexit. Apalagi saat ini ada kemungkinan referendum kedua, akibat dari kurangnya pemilih yang kredibel saat referendum dilakukan. Tercatat, Brexit memenangkan referendum dengan voting sebanyak 51,85 persen, sedangkan Brimain (Britain Remain) sebesar 48,15 persen.
"Karena kan kemarin yang menang 52 persen, sementara eligible votersnya 70 persen. Jadi saya dengar ada sekitar 3 juta warga Inggris yang mau referendum kedua. Kalau ada referendum kedua bisa jadi hasilnya beda," tutur Mirza.
Akibat Brexit ini, Inggris harus melakukan berbagai perjanjian perdagangan baru dengan negara-negara Uni Eropa. Hal seperti ini akan menyebabkan perekonomian Inggris diprediksi menurun.
Sedangkan di kawasan Asia, kata Mirza, gejolak dampak dari Brexit ini hanya temporer. Apalagi Brexit ini berbeda dengan penyebab krisis keuangan Amerika Serikat pada 2007.
"Berbeda saat gejolak subprime mortgage, itu adalah kita bicara balance sheet perbankan, balance sheet sekuritas global jebol karena saat itu subprime menjadi surat berharga bermasalah, sehingga lembaga keuangan amerika jatuh," ujar Mirza.
Sedangkan Brexit, kata Mirza, terkait dengan suatu proses dimana ekonomi Inggris mengalami pelemahan. Bank Indonesia meyakini dampaknya tidak besar terhadap negara berkembang.