EKBIS.CO, BANDUNG - Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengumumkan realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) kuartal kedua tahun ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun lalu. Kepala Divisi Humas SKK Migas Taslim Yunus menyebutkan, realisasi kuartal kedua tahun ini untuk minyak bumi sebesar 817,9 ribu barel minyak per hari atau 100,9 persen dari target yang tercantum dalam WPNB. Angka ini juga naik 8 persen dibanding realisasi lifting tahun lalu sebesar 759,1 ribu barel minyak per hari.
Sedangkan untuk gas, realisasi kuartal kedua tahun ini sebesar 1,18 juta setara barel minyak per hari. Lifting gas tahun ini juga naik 8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 1,09 juta setara barel minyak per hari.
Secara total, lifting keduanya baik minyak dan gas bumi pada kuartal kedua tahun ini mencapai 1,996 juta setara barel minyak per hari atau melebihi target dalam WPNB sebesar 1,94 juta setara barel minyak per hari.
Taslim mengungkapkan, kenaikan lifting dibanding capaian tahun lalu disebabkan oleh peningkatan produksi minyak dari Blok Cepu oleh Exxon Mobil Cepu Limited dan Pertamina EP Cepu yang kini telah mencapai 185 ribu barel per hari. Ia mengatakan, empat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) skala besar yakni Chevron Indonesia, Exxon Mobil Cepu Limited, Total E&P Indonesie, serta Pertamina EP masih menjadi penyumbang utama dalam capaian lifting kuartal pertama tahun ini. Keempat kontraktor tersebut bahkan bisa menyumbang hingga 65 persen dari capaian lifting.
"Jadi patokannya 4 ini berdampak pada sensitivitas dari lifting. Blok yang lain termasuk blok-blok tua sehingga penurunan cadangan dan penurunan produksi sudah mulai tinggi," kata Taslim di sela Media Gathering SKK Migas di Bandung, Rabu (20/7).
Hal yang sama juga terjadi untuk capaian lifting gas di mana empat kontraktor besar yakni Total E&P Indonesie, BP Indonesia di Lapangan Tangguh, Conoco Phillip, dan Pertamina EP masih memegang jumlah terbesar dalam lifting.
"Namun tahun ini produksi Pertamina EP 14 ribu barel di bawah rencana. Makanya kami perlu revisi dari APBNP. Karena terbesar yang tidak bisa tercapai adalah Pertamina EP," katanya.
baca juga: Selandia Baru Kembali Digandeng Kembangkan Panas Bumi Indonesia