EKBIS.CO, JAKARTA -- Program Kementerian Pertanian (Kementan) khususnya di bidang infrastruktur dalam upaya peningkatan produksi pangan mampu memberikan kepuasan pada petani. Bahkan secara keseluruhan, program Kementan dapat menaikkan indeks ketahanan pangan global Global Food Security Index (GFSI) dari peringkat 74 ke peringkat 71 dari 113 negara.
Direktur Pengelolaan Air Irigasi Kementan, Tunggul Iman Panudju, mengatakan upaya Kementan dalam meningkatkan produksi pangan salah satunya fokus pada pembangunan infrastruktur yakni rehabilitasi irigasi dan optimasi lahan. Selain itu, infrastruktur berupa alat mesin pertanian (alsintan) dengan jumlah bantuan yang sangat besar.
Sepanjang 2015, Kementan mampu melakukan rehabilitasi irigasi tersier 2,6 juta hektar (ha), optimasi lahan 932 ribu ha dan bantuan alsintan 80 ribu unit. "Hasilnya, terjadi luas tambah tanam 630 ribu hektare, produksi pangan seperti padi naik 6,37 persen, jagung naik 3,17 persen, dan kedelai naik 0,85 persen. Ini prestasi besar meningkat produksi tiga komoditas sekaligus dalam satu tahun" kata Tunggul, di Jakarta, Rabu (27/7).
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir, menuturkan keberhasilan program Kementan yang fokus pada pembangunan infrastruktur tidak hanya dilihat dari peningkatan produksi, tetapi dilihat juga dari tingkat kepuasan petani. Petani merupakan pelaku utama penerima manfaat program pemerintah, sehingga kepuasan petani menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan program.
Winarno menjelaskan tingkat kepuasan petani pada program pembangunan infrastruktur pertanian sepanjang 2015 dapat dilihat dari hasil survei lembaga independen, yakni Insititute for Development of Economics and Finance (INDEF). Tingkat kepuasan petani pada pembangunan irigasi tersier 72,25 persen.
"Pada bantuan alsintan, sebagian besar petani sangat puas. Misalnya, kepuasan petani pada bantuan traktor 78,97 persen, pompa air 78,1 persen, dan combine harvester 82,61 persen. Artinya program mekanisasi pertanian memberikan manfaat bagi petani," tutur Winarto.
Untuk terus meningkatkan produksi pangan setiap tahunnya, Kementan telah menyusun rancangan infrastruktur ke depan. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi menyampaikan Kementan akan mencetak sawah hingga 2019 sebanyak 1,0 juta ha. Cetak sawah di 2016 sebanyak 200 ribu ha dan sisanya dikerjakan pada 2017 hingga 2019.
"Untuk bantuan alsintan, Kementan akan menggelontorkan 80 hingga 100 unit per tahun dan rehabilitasi irigasi tersier akan diselesaikan tahun 2016 minimal 3,2 juta hektar," sebut Suwandi.
Suwandi menambahkan Kementan juga telah menyusun roadmap membangun irigasi berkelanjutan 2016 hingga 2020 dengan sinergis tiga kementerian yakni Kementan, Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian PUPR. Sinergis ini dengan Kementerian LHK mengamankan hulu, daerah aliran sungai dan sumber-sumber air di area hutan. Kementerian PUPR membangun waduk, bendungan, irigasi primer dan sekunder. Sementara Kementan membangun irigasi tersier, dam-parit, long-storage, embung dan sumur dangkal.
"Target hingga 2019 dikembangkan infrastruktur air di wilayah tadah hujan sehinnga terjadi peningkatan Indeks Pertanaman dari 100 menjadi 200 hingga 300 atau dari satu kali tanam setahun menjadi 2-3 kali tanam . Dengan begitu, produksi pangan kita nanti mengalami peningkatan yang lebih tinggi lagi," pungkasnya.
Terkait Indeks Ketahanan Pangan Global atau Global Food Security Index (GFSI), berdasarkan data The Economist Intelligence Unit, peringkat GFSI secara keseluruhan, Indonesia mengalami kenaikan dari peringkat ke 74 ke peringkat ke 71 dari 113 negara yang dinilai. Nilai Indeks Keseluruhan ditentukan dari tiga aspek, yaitu Keterjangkauan, Ketersediaan, dan Kualitas dan Keamanan. Aspek Keterjangkauan dan Ketersediaan untuk Indonesia meningkat cukup drastis sehingga menjadi aspek yang dominan mempengaruhi kenaikan nilai indeks secara keseluruhan.
Meningkatnya nilai indeks untuk aspek Keterjangkauan, erat kaitannya dengan usaha keras pemerintah dalam hal ini Kementan dan kementerian terkait lainnya dalam memotong rantai pasok seperti penyediaan kapal sapi, mengadakan hampir 1000 Toko Tani Indonesia di seluruh Indonesia, memberantas mafia dan midle man dalam perdagangan komoditas pertanian, serta mengaktifkan BULOG sebagai off-taker produk pangan pokok sekaligus sebagai agen distribusinya. Aspek Keterjangkauan Indonesia tahun 2016 ini berada pada peringkat ke 70.
Sedangkan meningkatnya nilai indeks Ketersediaan sangat erat hubungannya dengan usaha keras Kementan dalam memproduksi berbagai komoditas pangan utama kita. Aspek Ketersediaan Indonesia tahun ini berada pada peringkat ke 66, jauh di atas peringkat Keseluruhannya (ke 71). Untuk itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan terbesar pada indeks keseluruhan (2.7).