EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menilai bahwa perkembangan industri financial technology (fintech) memiliki potensi untuk menekan angka ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur melalui rasio Gini.
Menurutnya, industri yang berbasis teknologi ini tumbuh cukup kencang dan bakal menyerap tenaga kerja lebih banyak. Artinya, berkurangnya pengangguran akan menambah konsumsi masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah dan nantinya akan mengrungai jeda ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia.
"Karena fintech dan industri keuangan lainnya multiplier effect-nya besar ya. Maksudnya, ketika industri keuangan bisa memenuhi pembiayaan untuk sektor lain, maka sektor lainnya itu ikut tumbuh. Fintech, seperti kata OJK, berpotensi berkembang pesat," ujar Suryamin, ditemui di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (31/8).
Suryamin mengakui bahwa menurunkan angka rasio Gini sebetulnya cukup berat. Ia melihat bahwa butuh upaya yang lebih keras lagi dibanding saat ini oleh pemerintah agar ketimpangan pengeluaran bisa ditekan, bahkan untuk penurunan 0,1 poin saja. BPS mencatat rasio Gini sebesar 0,397 pada Maret 2016. Angka ini menurun jika dibandingan rasio Gini Maret 2015 yang sebesar 0,408 persen dan September 2015 0,402.
"Sebetulnya, supaya merata ya upaya pemerintah menyentuh ke bawah. Yang bansos bansos tadi salah satu untuk redistribusi untuk meningkatkan peran dan memberikan porsi masyarakat bawah untuk menikmati," katanya.
Meski terasa berat, Suryamin mengaku optimis bahwa angka rasio Gini akan menunjukkan tren yang positif atau terus menurun. Pemerintah, lanjut Suryamin, harus fokus pada kebijakan-kebijakan yang menyentuh kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.