EKBIS.CO, JAKARTA - Pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah dalam tahun anggaran 2016 ini serta rencana penghematan yang akan dilakukan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 mendatang membuat pemerintah harus tetap waspada dalam melihat angka inflasi.
Apalagi pemerintah berencana mengurangi subsidi energi dari Rp 94,4 triliun dalam APBNP 2016 menjadi Rp 92,2 triliun dalam RAPBN 2017. Langkah ini diambil untuk mengurangi defisit anggaran agar tak menyentuh angka 3 persen. Bahkan selain mengurangi ruang untuk subsidi, pemerintah juga menekan sejumlah belanja negara yang dianggap belum prirotas.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menilai, upaya memperkecil defisit anggaran tersebut harus dibarengi dengan perhatian yang lebih pada potensi kenaikan inflasi dari pemangkasan subsidi tersebut.
"Kita mau jaga anggaran namun kita juga mau jaga inflasi. Anggaran tidak boleh defisit terlalu besar karena defisit itu dibiayai dengan utang dan kita tidak mau utang kita nambah terus. Di satu sisi kita tidak mau inflasi melonjak. Memang biasanya kalau subsidi dikurangi maka akan terjadi inflais yang melonjak," jelas Mirza di Bank Indonesia, Senin (12/9).
Mirza mengaku optismistis bahwa pemerintah sudah menyiapkan langkah untuk tetap menjaga laju inflasi, meski di sisi lain ada kebijakan penghematan yang berpotensi menaikkan inflasi. Ia mengaku penghematan anggaran dalam kondisi perekonomian saat ini memang perlu dilakukan.
"Kami yakin bahwa dengan koordinasi yang baik maka pengurangan subsidi yang memang diperlukan untuk kesehatan anggaran. Kita lihat timing bisa dikoordinasikan dengan baik agar inflasi bisa terjaga," katanya.
Mirza memproyeksikan hingga akhir tahun ini angka inflasi masih bisa terjaga dibawah 4 persen.
"Tahun 2015 lalu 3,3 persen, tahun ini mudah-mudahan mungkin bisa di bawah 3,5 persen dan tahun depan bisa kita pertahankan maka harapan kita punya inflasi dan suku bunga rendah bisa tercapai," jelasnya.