EKBIS.CO, DENPASAR -- Obligasi korporasi yang beredar di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Direktur Pefindo Salyadi Saputra mengatakan rasio obligasi korporasi terhadap utang bank di Indonesia tercatat sebesar 7,5 persen, cenderung masih tertinggal ketimbang Malaysia dan Thailand yang masing-masing sudah mencapai 47,5 persen dan 14,2 persen.
"Obligasi adalah alterntif pembiayaan, kalau pertumbuhannya masih belum baik maka perbankan akan susah menurunkan suku bunga karena gak ada pesaing," ujar Salyadi dalam Workshop Wartawan Pasar Modal di Denpasar, Jumat (30/9).
Menurut Salyadi, sebenarnya minat untuk penerbitan obligasi cukup besar namun terkendala oleh investor. Peningkatan investor untuk obligasi korporasi masih sulit karena ada batasan. Misalnya, totak dana investor dari dana pensiun, asuransi, reksadana yang dikelola paling banyak Rp 2 ribu triliun. Akan tetapi yang diinvestasikan lewat obligasi hanya 10 persen.
"Yang jadi tantangan yakni meningkatkan kapasitas investor untuk investasi di obligasi korporasi," kata Salyadi.
Potensi obligasi di Indonesia masih memiliki ruang untuk digali. Apalagi, peranan obligasi korporasi untuk infrastruktur sangat besar. Salyadi menjelaskan, di Malaysia dan Thailand obligasi proyek menjadi alternatif untuk membangun infrastruktur. Obligasi proyek tidak membebani cashflow perusahaan secara keseluruhan karena pengeluaran yang dikeluarkan hanya berasal dari cashflow proyek yang bersangkutan saja.
Dengan demikian, obligasi proyek ini sangat tepat digunakan untuk pembiayaan infrastruktur. Penerbitan obligasi korporasi didominasi oleh sektor keuangan, sementara infrastruktur, utilitas, dan transportasi hanya mewakili kurang dari 10 persen pada 2016 ini.