EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, total pendapatan premi industri asuransi jiwa pada kuartal II 2016 meningkat sebesar 10 persen year on year (yoy) menjadi Rp 74,61 triliun dari Rp 67,82 triliun pada tahun lalu. Sedangkan total tertanggung perorangan meningkat sebesar 15,1 persen menjadi 19,11 juta orang dari 16,60 juta orang.
Ketua Umum AAJI, Hendrisman Rahim menjelaskan, peningkatan ini terjadi di tengah pertumbuhan ekonomi yang belum bergerak signifikan. "Peningkatan kedua angka ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan asuransi jiwa dalam menghadapi risiko-risiko yang tak terduga dalam hidup," ujar Hendrisman di Kantor AAJI, Jakarta, Senin (10/10).
Sementara total pendapatan industri asuransi jiwa meningkat kuat, yaitu sebesar 42 persen menjadi Rp 99,88 triliun dari Rp 69,97 triliun yang diperoleh di kuartal II 2015. Peningkatan total pendapatan ini didukung oleh meningkatnya total pendapatan premi yang terdiri dari total premis bisnis baru sebesar 10,8 persen menjadi Rp 43,41 triliun.
Kemudian total premi lanjutan sebesar sembilan persen menjadi Rp 31,19 triliun, serta meningkatnya hasil investasi menjadi Rp 21,92 triliun, dan pendapatan lainnya sebesar 32,9 persen menjadi Rp 2,03 triliun.
Hendrisman mengatakan, selama 10 tahun ini industri asuransi terus berkembang. Perkembangan industri ini menurutnya tidak terpengaruh naik turunnya pasar. "Tahun depan akan tetap tumbuh. Kami tidak khawatir terlalu berlebihan dengan kondisi ekonomi, karena tiap tahun sudah terbukti. Kami yakin setidaknya sampai akhir tahun masih akan tetap tumbuh," katanya.
Untuk total klaim dan manfaat yang dibayarkan, pada kuartal II 2016 tercatat sebesar Rp 44,7 triliun atau meningkat 3,6 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan kuartal tahun sebelumnya di posisi Rp 43,16 triliun.
Ketua Bidang Regulasi dan Best Practice AAJI, Maryoso Sumaryono mengatakan, selain angka klaim kesehatan, akhir kontrak dan meninggal, angka klaim partial withdraw atau penarikan sebagian menunjukkan penurunan sebesar 40,4 persen menjadi Rp 6,37 triliun dari Rp 10,69 triliun.
"Kami melihat penurunan angka tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berasuransi dan berinvestasi dalam jangka panjang," kata Maryoso.