EKBIS.CO, JAKARTA -- PT HM Sampoerna sebagai salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia memperkuat kemitraan dengan petani tembakau dan cengkih. Dengan kemitraan, diharapkan tercipta sistem produksi petanian yang berkesinambungan baik bagi perusahaan dan para petani.
Sistem kemitraan ini juga diyakini menjadi kunci pembangunan sektor pertanian yang berdaya saing. "Kita mempunyai program Intergrated Production System (IPS) atau sistem produksi terpadu. Program ini sangat penting dan baik bagi petani, untuk meningkatkan hasil pertanian tembakau dan cengkih mereka," kata Presiden Direktur HM Sampoerna Pual Janelle dalam konferensi pers, Rabu (12/10).
Manager Leaf Agronomy HM Sampoerna Bakti Kurniawan menjelaskan, program IPS bukan hanya melibatkan langsung para petani, tapi juga para pemasok yang menjadi kontrak langsung dengan para petani tembakau. Dengan kemitraan ini, Petani akan mendapatkan keuntungan dari segi dukungan teknis, finansial, serta sosialisasi mulai dari perencanaan, penanaman, hingga penjualan tembakau kepada perusahaan.
Program IPS telah diimplementasikan sejak 2009. Ketika pertama kali dijalankan, program ini mampu bermitra dengan 5.000 petani yang berpartisipasi dengan luas lahan sekitar 6.000 hektare. "Sekarang jumlah petani yang bermitra dengan kita sudah ada sekitar 27 ribu, dengan luas lahan 22.700. Tersebar di berbagai wilayah mulai Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, hingga Sulawesi Selatan," kata Bakti.
Menurut Bakti, dari sistem kemitraan ini banyak manfaat yang diterima petani. Sebab petani akan mendapatkan pembinaan dalam meningkatkan jumlah produksi. Hasilnya, petani bisa memperoleh penghasilan yang lebih baik.
Dengan keberlangsungan kemitraan ini juga ada komitmen dari perusahaan untuk membeli tembakau dari petani. Meski tembakau yang dihasilkan kurang sesuai dalam segi mutu, perusahaan tetap akan menyerap produksi dari petani. Hal ini memberikan kepastian kepada petani untuk terus bertani tembakau.
Manager Area Produksi Sadhana Arifnusan, Suharto mengatakan, selama ini jika tidak ada kemitraan dengan petani maka mereka bisa menjual tembakau di pasar bebas, atau tidak terikat dengan perusahaan manapun. Dengan berjualan di pasar bebas memang mereka bisa menentukan harga sendiri, namun ketika pasar sedang lesu maka tembakau yang dihasilkan bisa jadi tidak terserap maksimal.
"Kalau dengan kemitraan kan petani bisa mendapatkan bimbingan dan pengarahan dalam menjual hasil produksi. Perusahaan pun sudah siap menampung tembakau kalau dari petani kemitraan," ungkap Suharto.
Salah satu petani tembakau di Rembang, Is Purwanto menjelaskan, dia dan petani sekitar Rembang sangat terbantu dengan kemitraan yang dilakukan HM Sampoerna. Sebelum ada kemitraan, masih sedikit petani tembakau yang ada di daerah tersebut. Mayoritas masyarakat hanya bertani padi dan jagung.
Minimnya petani tembakau karena masyarakat melihat bahwa hasil dari petanian ini belum bisa dijual dalam jumlah banyak. Petani hanya menjual di pasar Rembang.
Namun setelah adanya Sadhana Arifnusa selaku distributor tembakau ke HM Sampoerna yang menjelaskan mengenai program kemitraan dan manfaat yang bisa diterima petani tembakau, maka banyak masyakat mulai beralih dari bertani jagung menjadi bertani tembakau.
"Saya sudah merasakan sendiri manfaat kemitraan ini. Sekarang dari lahan 1,25 hektare saya bisa meraup untung Rp 87 juta," ujar Purwanto.