EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Haru Koesmahargyo mengatakan penerbitan obligasi berkelanjutan BRI tahap I ini akan melonggarkan rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to funding ratio (LFR) perseroan. Pelonggaran LFR ini memudahkan BRI untuk berekspansi, terutama untuk kredit jangka panjang.
Haru mengatakan, posisi LFR bank pelat merah itu sebesar 88 persen. Dengan masuknya dana senilai Rp 7 triliun dari penerbitan obligasi, maka LFR akan mengalami penurunan menjadi sekitar 87 persen.
"Tapi, ini tidak semata-mata untuk menurunkan LFR, tapi juga disiapkan untuk dana jangka panjang," ujar Haru di Gedung BRI, Jakarta, Rabu (27/10).
Dana jangka panjang ini disiapkan karena perseroan tidak hanya menggantungkan penyaluran kredit dari dana pihak ketiga (DPK). Selain obligasi, perseroan memiliki dana lain yang berasal dari medium term notes (MTN). "Deposito kan jarang yang lewat dari satu tahun, maka kita punya ini," kata Haru.
DPK perseroan per September 2016 tercatat sebesar Rp 665,5 triliun. Dana di luar DPK sebanyak Rp 50 triliun, termasuk dari obligasi berkelanjutan BRI tahap I. BRI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan BRI Tahap I Tahun 2016 senilai Rp 7 triliun. Ini merupakan rangkaian dari Obligasi Berkelanjutan II Bank BRI dengan total nilai emisi sebesar Rp 20 triliun. Dana yang diperoleh dari hasil penerbitan obligasi ini akan dipakai untuk ekspansi kredit.
Baca juga: BRI Terbitkan Obligasi Berkelanjutan Tahap I Rp 7 Triliun