EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mempertimbangkan Prancis menjadi pintu gerbang utama untuk mengekspor produk Indonesia ke pasar non-tradisional di negara-negara Eropa. Upaya ini perlu dijajaki melalui kerja sama kedua negara di sektor industri serta bidang standardisasi dan pertukaran informasi terkait regulasi teknis (non-tariff measures) guna menembus pasar tersebut.
“Prancis mempunyai bidang industri yang dinamis dan merupakan salah satu yang paling kompetitif di dunia. Selain itu, Prancis menempati peringkat kedua, ketiga dan keempat Eropa untuk industri kimia, industri makanan, serta industri informasi dan telekomunikasi,” kata Airlangga usai bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Indonesia Jean-Charles Berthonnet di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (16/12).
Menperin juga memandang Prancis sebagai mitra penting Indonesia dalam hubungan perdagangan karena dapat meningkatkan pertumbuhan industri dan ekonomi nasional. “Diperlukan peningkatan kerja sama ekonomi bagi kedua negara untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dan investasi,” ujarnya.
Pada 2015, nilai impor Indonesia dari Prancis mencapai 1,3 miliar dolar AS untuk komponen pesawat terbang, kendaraan, dan mesin elektronik, serta produk susu dan farmasi. Sedangkan ekspor Indonesia ke Prancis mencapai 972 juta dolar AS yang meliputi mesin elektronik, alas kaki, karet dan produk karet, furniture, pakaian dan aksesoris, kopi, serta teh dan rempah-rempah.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi Prancis di Indonesia pada periode 2011 sampai September 2016 secara total mencapai 783 proyek dengan nilai investasi sebesar 771,2 juta dolar AS. Adapun 174 proyek investasi yang bergerak di sektor manufaktur bernilai investasi 323,7 juta dolar AS.
“Perusahaan asal Prancis yang saat ini beroperasi di Indonesia antara lain perusahaan peralatan listrik PT. Schneider Indonesia, yang saat ini telah mengekspor 75 persen dari produksi mereka ke negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan Eropa,” ujar Airlangga. Indonesia juga menjadi basis produksi terbesar untuk Schneider Electric di kawasan Asia Tenggara serta ketiga terbesar di Asia setelah RRT dan India.
Selanjutnya, PT. Weda Bay Nickel (ERAMET), perusahaan pertambangan asal Perancis ini bekerja sama dengan Mitsubishi Corporation, Pacific Metals Co Ltd, dan PT Aneka Tambang Tbk serta didukung oleh Pemerintah Daerah telah membangun industri strategis dalam pengolahan nikel di Halmahera, Maluku Utara. Dengan investasi 6 miliar dolar AS, pabrik ini akan menghasilkan sekitar 4,5 juta ton per tahun dari nikel dan 4.000 ton per tahun kobalt, serta menyerap tenaga kerja 2.400 orang di lokasi tersebut.
“Selain itu, ada PT Saint-Gobain Construction Products Indonesia – GYPROC Saint-Gobain, Michelin, Airbus Group, Galleries Lafayette, TOTAL, dan lain-lain,” tutur Airlangga.
Bahkan, perusahaan pelayaran asal Prancis, CMA – CGM Group akan berinvestasi di Indonesia serta adanya potensi kerja sama kegiatan penelitian dan pengembangan antara Center of Excellence Toulouse White Bio-Technology dengan Balai Riset dan Lembaga Pendidikan di lingkungan Kementerian Perindustrian.
“Dalam rangka memperkuat kerja sama ekonomi Indonesia dan Perancis, perlu inisiasi penyelenggaraan Working Group Meeting on Industry and Investment untuk menindaklanjuti elemen kerja sama sebagaimana tertuang dalam dokumen Joint Declaration on Strategic Partnership Indonesia-France yang dideklarasikan pada 1 Juli 2011,” ujar Airlangga.