EKBIS.CO, JAKARTA - Peluang kenaikan harga minyak dunia setelah keputusan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan dimonitor pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan melihat seluruh pos yang bisa memberi pengaruh atas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 mendatang, termasuk dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Meksi begitu, Sri menolak memberikan pernyataan lebih jauh mengenai antisipasi pemerintah dalam mengelola anggaran sebagai imbas dari peluang kenaikan harga minyak dunia.
Sri mengatakan, pengelolaan APBN tidak bersifat fleksibel mengikuti dinamika eksternal. Ia menegaskan, APBN yang sudah terbentuk untuk tahun depan mau tak mau harus dijalankan dan dikawal agar peruntukannya tepat sasaran. Mengenai berbagai asumsi makro yang ada, Sri menilai semuanya mungkin terjadi. Namun menurutnya, lebih baik saat ini pemerintah fokus atas apa yang sedang terjadi.
"Jadi kalaupun sekarang ada suatu tren harga minyak atau tren nilai tukar atau tren perdagangan internasional. Apakah bahkan kalau ada bencana alam kita semuanya harus melakukannya dalam konteks satu tahun anggaran. Jadi kami akan terus melakukan simulasi untuk mengantisipasi," ujar Sri, Rabu (21/12).
Pemerintah, lanjut Sri, tetap berpegang pada asumsi makro ekonomi yang diputuskan dalam UU APBN 2017, termasuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.300 terhadap dolar AS, inflasi sebesar empat persen, dan harga minyak mentah Indonesia di level 45 dolar AS per barel.
Sri mengakui memang ada keunikan dalam mengelola APBN. Bila target belanja negara sudah fixed atau bersifat pasti, maka target penerimaan negara berupa suatu proyeksi yang belum tentu 100 persen tercapai. Artinya, meski ada gejolak eksternal seperti harga minyak dunia yang naik, maka pemerintah memang diharuskan untuk memantau perkembangannya agar kebijakan yang diterapkan di dalam negeri tepat sasaran.
Sri menyebutkan, satu-satunya peredam gejolak dalam pengelolaan APBN antara pengeluaran atau belanja dengan penerimaan adalah ruang defisit fiskal yang terus dijaga tidka melebihi tiga persen. "Sehingga shock absrober-nya dari sisi defisitnya. Sehingga ini yang harus kita jaga," ujarnya.
Pengamat Energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, keputusan pemerintah membekukan sementara kenggotaan dari OPEC sudah tepat. Alasannya, bila Indonesia harus ikut memangkas produksinya maka target lifting minyak yang sudah tertuang dalam APBN 2017 juga ikut berubah. Di samping itu, Indonesia memang sedang gencar-gencarnya menaikkan produksi sembari memulihkan diri dari badai harga minyak yang rendah.
"Mungkin keputusan yang tepat, maksudnya tepat sesuai kondisi sekarang, karena tidak sejalan dengan kepentingan kita," kata Pri.
Harga minyak dunia belum menunjukkan kenaikan yang signifikan di pekan kedua Desember meski OPEC sudah memutuskan untuk memangkas produksinya. Bahkan, harga minyak dunia sempat terpantau anjlok seiring dengan keputusan Bank Sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuannya pekan lalu.