EKBIS.CO, JAKARTA -- Siti Maesaroh (46 tahun), warga asal Pondok Gede, Jakarta Timur, sudah tiga pekan belakangan absen belanja di waralaba besar yang sudah menjadi langganannya. Usai mengikuti Aksi Bela Islam jilid III pada 2 Desember lalu, Siti memutuskan untuk pindah belanja rumah tangga ke sebuah retail di Jatimakmur, Jakarta. Tak jauh dari kediamannya.
"Pas aksi kemarin itu (Bela Islam III), saya dan warga di sekitar rumah juga ikut datang ke Monas untuk berpartisipasi," katanya kepada Republika, Ahad (18/12). Maesaroh bukan tanpa alasan belanja di tempat baru. Dia memilih retail tersebut demi memajukan ekonomi umat.
Menurut dia, tempat belanja pilihannya merupakan toko grosir berbasis Islam. "Di sini yang dijual kan hanya barang-barang yang sudah ada label halalnya saja. Pokoknya hanya barang yang halal yang mereka jual."
Maesaroh berharap, Muslim lainnya juga meniru tindakannya dalam memilih tempat berbelanja. Bak gayung bersambut, aksi Maesaroh dan ribuan alumni Aksi Bela Islam lainnya yang mencari tempat belanja alternatif coba difasilitasi lewat badan berbentuk koperasi. Dalam musyawarah yang dilaksanakan pada Sabtu (17/12) di Masjid al-Ittihad, Tebet, Jakarta, dihadiri para perumus dari berbagai daerah seperti DKI Jakarta, Bandung, Jambi, Palembang, Makassar, dan Aceh, disepakati pembentukan Koperasi Syariah 212.
Musyawarah ini pun menyepakati simpanan pokok (sekali seumur hidup) koperasi, yakni Rp 212 ribu dan simpanan wajib (setiap bulan) Rp 21.200. Koperasi juga memiliki modal senilai Rp 21,2 miliar. Eka Gumilar, penggagas Koperasi 212, mengatakan, semangat umat Islam bangkit pasca-Aksi Bela Islam 212. Tak hanya dari sisi kecintaannya terhadap Islam, tapi juga merambah ke sisi ekonomi.
Bibit-bibit ide kebangkitan ekonomi umat, kata dia, sebenarnya telah muncul beberapa tahun lalu. Dia prihatin, Indonesia memiliki rakyat yang besar, tapi sering kali mereka hanya sebagai 'makmum', baik dalam kebijakan pemerintah, ekonomi, bahkan dalam urusan kesejahteraan.