"Joko Widodo menegaskan otoritasnya atas politik Indonesia pada 2016. Dengan patronase campuran dan kecerdasan politik ia mengontrol lebih dari dua pertiga kursi di parlemen," tulis Bloomberg. Jokowi, lanjut Bloomberg, juga berhasil meloloskan program pengampunan pajak pada Juni lalu untuk menolong pendanaan infrastruktur.
Bloomberg melengkapi tulisannya dengan data-data dari nilai tukar rupiah pertumbuhan ekonomi dan tingkat penerimaan publik. Dibanding pemimpin yang lain, dari ketiga itu Jokowi masuk dalam level hijau.
Menurut data itu, tingkat rupiah masih positif 2,41 persen dan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,02 persen. Sebagai pembanding mata uang Cina, Renminbi minus 6,63 persen dan pertumbuhan ekonomi 6,7 persen.
Sementara negara tetangga Malaysia nilai mata uangnnya minus 4,26 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,3 persen. Namun melalui data itu, Bloomberg tak menyimpulkan Presiden Jokowi yang terbaik di Asia-Australia.
Staf Khusus Menko Kemaritiman yang juga mantan ekonom dana reksa, Purbaya Yudhi Sadewa menilai, untuk melihat pemerintahan mana yang terbaik memang banyak hal perlu dilihat, seperti tren perkembangan ekonomi, di bawah target atau tidak.
Purbaya mengatakan, berdasarkan obrolannya dengan pihak luar, Indonesia memang dinilai positif. Ini karena banyak negara lain dengan kondisi lebih buruk. "Kita berhasil membalik arah ekonomi, 2016," ujarnya.
Ia menilai sah-sah saja jika ada yang memuji pemerintahan Indonesia. Namun ia mengingatkan, Indonesia tak boleh terbuai, karena jika negara lain bangkit dan Indonesia tak ada perubahan, maka akan ketinggalan.
Salah satu tantangan ke depan, menurut Purbaya adalah mendongkrak belanja dan terus menjaga inflasi. Indonesia, kata ia, juga jangan terjebak dalam permainan the Fed. "Kalau Bank Sentral AS naikan suku bunga, kita jangan ikut-ikutan terpancing, karena sekarang posisi kita sedang ingin tumbuh lebih cepat," ujarnya.