EKBIS.CO, KARAWANG -- Sejak dua bulan terakhir, tangkapan nelayan asal Kabupaten Karawang menurun drastis. Kondisi ini, disebabkan oleh cuaca ekstrim angin muson barat (baratan). Akibatnya, stok ikan menjadi minim. Serta, harganya terus merangkak naik.
Ketua Rukun Nelayan Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Sahari, mengatakan, nelayan yang ada di wilayah Pasir Putih terbagi dua kelompok. Yaitu, kelompok yang mencari rajungan sampai Kalimantan dan Sumatra. Serta, kelompok pencari rajungan lingkup lokal. Saat ini, kedua kelompok nelayan ini mengeluhkan soal penurunan tangkapannya. "Turunnya hingga 80 persen," ujar Sahari, kepada Republika.co.id, Ahad (8/1).
Biasanya, lanjut dia, nelayan yang mencari ikan antarpulau sekali tripnya (15 hari) mendapatkan hasil tangkapan sampai satu ton. Saat ini, paling banyak mendapatkan 200 kilogram saja.
Kondisi ini, jelas tak sebanding dengan biaya operasional sekali perjalanan. Yang biasanya menghabiskan ongkos sampai Rp 15 juta. Karena hasil tangkapannya turun, lanjutnya, maka nelayan menaikan harga jual ikan. Termasuk, harga rajungan.
Rajungan asal perairan antar pulau, biasanya dihargai Rp 40 ribu dalam kondisi sudah matang. Saat ini, naik menjadi Rp 55 ribu per kilogram dalam kondisi sudah matang.
Sedangkan rajungan asal perairan lokal, harganya lebih murah. Normalnya, Rp 30 ribu per kilogram sudah direbus. Akan tetapi sekarang naik jadi Rp 36 ribu dalam keadaan sudah matang. "Kalau yang mentahnya (brangkas), harganya lebih murah Rp 10 ribu dari harga yang matang," ujarnya.
Menurut Sahari, nelayan di wilayahnya memang terbiasa mencari rajungan ketimbang ikan. Sebab, permintaan akan daging rajungan sangat tinggi. Rajungan ini, nantinya dijual lagi ke bandar. Oleh bandar, daging dan cangkangnya dipisahkan. Lalu di jual lagi ke kota-kota besar. Termasuk untuk pesanan ekspor. "Kalau harga dagingnya saja, paling murah Rp 130 ribu per kilogram. Yang mahalnya Rp 150 ribu per kilogram," ujarnya.
Akan tetapi, karena saat ini stoknya menurun, maka permintaan tersebut tak bisa dipenuhi. Rajungan yang didapat nelayan sekarang hanya mencukupi untuk kebutuhan lokal dan langganan di Jakarta.
Sementara itu, Warnadi (23 tahun), nelayan setempat, mengaku sangat kesulitan mencari rajungan saat musim baratan. Sebab, cuaca di lautan sulit diprediksi. Paginya cerah, namun menjelang siang angin kencang dan gelombang tinggi datang. "Kami, jadi jarang melaut. Akibat cuaca buruk ini, rajungannya jadi susah ditangkap," ujarnya.