EKBIS.CO, MATARAM -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berupaya penuh melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan dengan percepatan pembangunan dan sejumlah sektor lain. Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov NTB Yusron Hadi mengatakan, di bawah komando Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi, Provinsi NTB berupaya meningkatkan kemandirian fiskal daerah setiap tahun.
"Terbukti kan PAD (pendapatan asli daerah) untuk provinsi dari tahun ke tahun meningkat, begitu juga di kabupaten/kota," ujarnya saat ditemui Republika di Kantor Pemprov NTB, Jalan Pejanggik, Kota Mataram, NTB, Kamis (12/1).
Kendati begitu, tuntutan kebutuhan pembangunan tahun ini tentu jauh lebih tinggi. Oleh karenanya, NTB maupun daerah lain masih berharap dukungan pemerintah pusat berkenaan pembangunan sektor yang strategis, baik itu infrastruktur maupun sosial, dan ekonomi. Ia melanjutkan, jika bicara kemandirian daerah, NTB sudah dalam kondisi yang cukup bagus. Pasalnya, proporsi yang dialokasikan untuk upaya perceoatan penanggulangan kemiskinan cukup besar.
Dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017 yang sebesar Rp 5 triliun, ia katakan, sekitar Rp 1 triliun lebih dialokasikan untuk program yang ditargetkan mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan seperti misalnya percepatan pembangunan jalan, pembangunan infrastruktur ekonomi, pembangunan sosial, hingga bantuan sosial.
Dia menyampaikan, berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah daerah (rpjmd) ditargetkan pada 2019 tingkat kemiskinan di NTB sebesar 12 persen atau mengalami penurunan yang cukup signifikan dari saat ini yang sebesar 16,02 persen.
Tim koordinasi percepatan pengentasan kemiskinan daerah, lanjutnya, sedang berupaya seoptimal mungkin untuk memastikan program kegiatan yang berkorelasi langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan. "Ini bukan hal yang mudah, kita berharap seluruh pihak baik provinsi kabupaten/kota termasuk juga komponen masyarakat agar pengentasan kemiskinan harus jadi prioritas," lanjutnya.
Pemprov NTB juga telah melakukan pemetaan dengan masing-masing kategori antara lain, level sangat miskin sekali, sangat miskin, dan hampir miskin. Bagi yang tergolong kategori sangat miskin sekali, diperlukan program yang bersifat perlindungan, semisal bedah rumah, bantuan miskin untuk kesehatan, dan pendidikan.
Untuk kategori sangat miskin melalui program perlindungan seperti bantuan sosial (bansos). Sedangkan, kategori hampir miskin bisa dengan memberikan stimulan. "Karena yang kategori ini sesungguhnya punya kekuatan, tinggal dukungan dari pemerintah," paparnya.
Sedangkan pemetaan berdasarkan klaster lokasi, meliputi area masyarakat miskin di sekitar kawasan hutan, pesisir pantai, petani di perdesaan, dan kaum miskin perkotaan. Program setiap klaster tentu tidak bisa diseragamkan.
Misalnya, bantuam perekonomian seperti usaha mikro, dukungan permodalan, untuk masyarakat miskin di perkotaan; bantuan teknologi pasca panen, pembangunan sarana dan prasarana perdesaan; permodalan dan sarana prasarana perikanan untuk kawasan pesisir; dan, pola kemitraan pemanfaatan kawasan hutan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan.
"Pak Gubernur sampaikan dalam rapim (rapat pimpinan) agar SKPD terkait khususnya Dinas Kehutanan mencari formula yang pas bagaimana optimalisasi masyarakat sekitar kawasan hutan itu terlibat dalam pemanfaatan kawasan hutan, kalau sudah dikuasai para pemodal sedapat mungkin mengikutserakan masyarakat," ucap Yusron.
Dari 10 kabupaten/kota yang ada di NTB, Yusron memaparkan, tingkat kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Lombok Utara lantaran masih baru berdiri, dan sejumlah kabupaten/kota di Pulau Sumbawa. Ia menambahkan, Pemprov NTB juga tengah mencermati sejumlah regulasi baik yang diterbitkan pemerintah pusat maupun daerah yang justru menghambat aktivitas dan percepatan pertumbuhan ekonomi.