Senin 06 Feb 2017 20:33 WIB

Menteri Darmin Akui Sistem Perizinan Ekspor Impor INSW Terkendala

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Petugas memantau dashboard layanan perizinan ekspor impor dan dashboard dwell time atau waktu tunggu pelayanan bongkar muat barang dari kapal di kantor pengelola portal Indonesia National Single Window (INSW) di Jakarta, Senin (6/2).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Petugas memantau dashboard layanan perizinan ekspor impor dan dashboard dwell time atau waktu tunggu pelayanan bongkar muat barang dari kapal di kantor pengelola portal Indonesia National Single Window (INSW) di Jakarta, Senin (6/2).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan adanya kendala dalam menjalankan Indonesia National Single Window (INSW) yang telah berjalan sejak 2007 lalu. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan bahwa kendala utama dalam kebijakan pengurusan dokumen ekspor impor via online ini terutama lantaran adanya larangan terbatas (lartas) yang berbeda-beda di setiap kementerian/lembaga.

Bahkan Darmin menyebut bahwa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mempercepat perizinan ekspor impor dan percepatan logistik tak lagi sebatas meningkatkan dwelling time atau bongkar muat barang di pelabuhan. Menurutnya, kendala terbesar saat ini justru koordinasi antarkementerian dan lembaga yang terlibat dalam kebijakan INSW ini. Salah satunya adalah larangan terbatas atau batasan perizinan impor yang harus ditaati oleh importir dan eksportir.

"Kita juga risau mendengar bahwa larangan terbatas, bahwa itu bukan komoditas yang dilarang namun ada saja prosedur yang dibuat dan kemudian menjadi tata niaga. Menjadi semacam tata niaga," ujar Darmin setelah melakukan rapat koordinasi bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan di Kantor INSW, Senin (6/2).

Ia menyebutkan, paling tidak ada 18 kementerian/lembaga yang terlibat dalam urusan perizinan ekspor dan impor. Banyaknya instansi yang terlibat ini dinilai sekaligus mengakumulasi hambatan yang selama ini sudah ada. Bahkan, terkait adanya larangan terbatas ini, Darmin mengaku kecewa lantaran percepatan perizinan justru berjalan mundur. Ia mencatat, jumlah larangan terbatas sempat menyusut dari 51 persen menjadi 32 persen pada peluncuran paket kebijakan ekonomi ke-6 tahun lalu. Namun, ia menengarai angka ini semakin membengkak lagi seiring banyaknya larangan terbatas yang diterbitkan oleh masing-masing kementerian.

"Malah ada perkembangan mundur. Ini bukan soal ketidaktahuan. Ini soal kecerdasan. Respons selanjutnya kami merasa ada yang harus cepat diatasi," kata Darmin.

Darmin mengungkapkan, pihaknya bersama dengan Kementerian Keuangan akan mulai menertibkan tata niaga yang dijalankan melalui INSW, khususnya menertibkan adanya larangan terbatas. Salah satu target jangka pendek adalah membentuk National Single Risik Management (NSRM) pada Agustus 2017 mendatang. Menurutnya, melalui mekanisme NSRM nantinya setiap kementerian/lembaga memiliki parameter risiko yang setara dan senada. Harapannya, tak ada lagi bermacam-macam larangan terbatas yang dimunculkan banyak kementerian/lembaga.

"Kita akan segara rapat koordinasi dan kami minta agar INSW memberikan informasi data, kementerian-kementerian mana saja yang masih ada banyak hambatan-hambatan. Nanti kami selesaikan dengan kementerian yang bersangkutan. Kita undang Kemenkeu," ujarnya.

INSW selama ini berperan sebagai loket tunggal elektronik dalam pelayanan dan pengawasan perizinan dan nonperizinan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor, kepabeanan, dan kepelabuhanan. INSW saat ini telah mengintegrasikan pelayanan perizinan secara elektronik dari 18 instansi penerbit perizinan pada 15 kementerian dan lembaga

INSW telah diterapkan secara mandatori pada 21 kantor pelayanan Bea Cukai dan melayani lebih dari 92 persen total transaksi ekspor dan impor nasional. Mulai 2016, INSW dioperasionalisasikan oleh Satuan Kerja (Satker) PP INSW di bawah Kementerian Keuangan.

"Tapi juga akan klarifikasi apabila kita tetapkan dwelling 2,5 hari itu sudah selesai. Itu yang akan diklarifikasi, ini agak overlaping antara kenginan pemilik barang lebih dari waktu dwelling dan waktu yang tidak sesuai dwelling time," menurutnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement