EKBIS.CO, JAKARTA -- Panitia Seleksi (Pansel) Pemilihan Calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) menegaskan salah satu poin penting yang dipertimbangkan dalam proses pemlihan adalah ada atau tidaknya konflik kepentingan. Namun, Ketua Pansel Pemilihan Calon DK OJK, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan pemilihan tahap pertama murni dilakukan berdasarkan syarat administratif yang diserahkan oleh peserta seleksi.
Hasil seleksi tahap pertama, yang menyaring 174 calon anggota DK OJK menjadi 107 orang, menunjukkan beragam latar belakang yang memiliki kans menjadi bos OJK selama lima tahun ke depan. Tercatat, 29 orang di antara kandidat yang lolos seleksi DK OJK berasal dari instansi Bank Indonesia (BI), OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Tak hanya itu, 10 orang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari berbagai kementerian dan lembaga, 44 orang berasal memiliki latar belakang profesiional dari industri jasa keuangan, dan 10 orang merupakan akademisi. Sedangkan 12 orang sisanya memiliki latar belakang di luar sektor keuangan. Uniknya, ada dua nama anggota parlemen yang juga lolos dalam seleksi tahap pertama DK OJK ini.
Sri menjelaskan, tahapan selanjutnya setelah seleksi administrasi akan dilakukan pemilihan berdasarkan masukan masyarakat dan pengerjaan makalah. Setelah itu, akan dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tes penilaian dan wawancara oleh Pansel DK OJK. Baru kemudian, lanjut Sri, akan diambil 21 nama calon terpilih dan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam penjelasannya, Sri menyebutkan pihaknya akan mempertimbangkan adanya potensi konflik kepentingan yang akan dialami oleh peserta seleksi. Hanya saja Ia menegaskan bahwa dalam Undang-Undang OJK memperbolehkan pihak-pihak dengan latar belakang apapun, sepanjang diyakini memiliki kompentensi di sektor keuangan, untuk mendaftar termasuk juga politisi.
Sri meyakini, siapapun pendaftar seleksi DK OJK ini sudah memahami bahwa salah satu kebutuhan sebagai pimpinan OJK adalah kemampuan dalam manajemen konflik kepentingan. "Kalau dia nggak tahu masa dia ikut. Regulator itu, di mana pun adalah kemampuan untuk menjaga integritas dan mengidentifikasi apakah keputusannya memiliki kandungan conflict of interest atau tidak," jelas Sri di Jakarta, Rabu (8/2).
Sri melanjutkan, sejak awal dimulainya proses pendaftaran pada 18 Januari lalu, Pansel mengundang beragam pihak yang dianggap memiliki kemampuan dan kompetensi mumpuni untuk bergabung ke dalam DK OJK. Ia beralasan, semakin banyak yang melamar tentu semakin banyak opsi-opsi kandidat berkualitas yang bisa dipilih.
Hal unik lainnya dalam proses pendaftaran calon anggota DK OJK hingga 2 Februari lalu adalah nyaris 50 persen dari 882 pendaftar berusia di bawah 35 tahun. Bahkan, Sri menyebutkan bahwa tak sedikit lulusan sarjana (freshgraduates) yang ikut mencoba peruntungan dalam seleksi DK OJK ini.
"Mungkin itu adalah jobseeker dianggapnya. Itu yang sesuatu otomatis, tidak mungkin kita loloskan dari sisi kualifikasi. Seleksi pertama adalah based on administration," ujar Sri.
Sri sendiri mengaku ada perbedaan mendasar antara proses seleksi saat ini dengan seleksi DK OJK yang dilakukan lima tahun lalu saat OJK dibentuk pada 2012. Menurutnya, seleksi kali ini paling tidak memiliki tolok ukur kinerja dari DK OJK yang masih menjabat saat ini. Ia menegaskan bahwa secara umum Pansel DK OJK mencari sosok yang bisa menjaga integritas, kredibilitas, dan wibawa OJK dalam mengurus industri jasa keuangan.
Gubernur Bank Indonesia yang juga menjadi anggota Pansel DK OJK, Agus Martowardojo menambahkan bahwa pihaknya mengundang masyarakat untuk memberikan masukan terkait sosok seperti apa yang pantas masuk ke dalam DK OJK. Apalagi, menurutnya, masyarakat sudah memiliki gambaran seperti apa tugas dan fungsi OJK dari kinerja OJK selama lima tahun belakangan.
"Dan secara aktif berikan amsukan terhadap panitia seleksi tentang calon-calon 107 yang ada tentang rekam jejak, karakter, dan reputasi," ujar Agus.