EKBIS.CO, JAKARTA - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menolak anggapan bahwa mahalnya harga komoditas cabai rawit merah mahal akibat adanya kartel. Menurutnya, faktor cuaca tetap menjadi alasan di balik harga cabai rawit merah yang sempat melambung di atas Rp 150 per kilogram.
"Bagaimana kartel, coba lihat pernahkan Anda bagaimana cabai itu usianya? Pada saat dia hujan dan dipetik cek dia busuk atau tidak? Busuk," jelas Enggar di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Enggar menjelaskan, kondisi cuaca di setiap daerah memiliki perbedaan yang membuat harga komoditas cabai juga berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Ia memberikan contoh, bila cabai di Jawa mengalami kenaikan harga, justru di Maluku masih terpantau stabil di harga Rp 55 ribu per kilo gram.
"Jadi kembali lagi, kalau 10 kali nanya, 10 kali saya jawab (alasannya) iklim. Kenapa di Ambon murah? Karena curah hujannya di sana adalah Juni-Juli sekarang di sini sampai banjir," jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan bahwa harga cabai rawit merah seharusnya bertengger di kisaran Rp 90 ribu per kilo gram dengan kondisi produksi yang merosot hingga 30 persen. Enggar menilai, penilaian KPPU tersebut bisa saja berlaku bila proses distribusi bisa berjalan lancar dan merata. Namun, lanjutnya, kondisi saat ini di lapangan menunjukkan bahwa pasokan terhambat tak hanya karena distribusi yang lebih sulit, namun juga banyak yang busuk ketika sampai di pasar.
"Kita datang ke pasar bagaimana kondisi cabai rawit merah itu banyak yang busuk karena dipaksakan diri terkena hujan," katanya.
Meski harga cabai rawit merah masih saja di atas harga normal, namun Enggar menegaskan tak akan membuka keran impor. Ia meyakini bahwa kondisi yang terjadi saat ini murni karena alasan cuaca. Hal itu pula yang membuat harga komoditas yang sama lebih murah di Indonesia bagian timur.