EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mulai memburu pengusaha daging impor yang menghindari pajak. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menyebutkan, adanya dugaan pengemplang pajak mencuat setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya 12 pengusaha daging ayam dan 32 pengusaha daging sapi yang terbukti melakukan praktik kartel.
Pemerintah kemudian melakukan penelusuran dan pencocokan antara volume impor daging dan penerimaan pajak terutama Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hasilnya, pertambahan volume impor yang signifikan tidak sejalan dengan penerimaan pajak.
Ken mengungkapkan, paling tidak ada dua modus yang dilakukan oleh pengimpor daging dalam menjalankan praktiknya. Modus pertama, rantai pasok dari hulu sampai hilir dilakukan oleh oknum yang sama namun divariasikan dengan badan usaha yang bermacam-macam.
Sedangkan modus kedua, memanfaatkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang berbeda dengan produk yang diimpor. Misalnya, KLU untuk impor produk elektronik malah digunakan untuk impor daging.
"Setiap titik poin jalur distribusi ini pemiliknya ya dia-dia juga. Padahal barangnya tetap di sini tapi transaksi dokumennya di sana di sana. Itu modus pertama. Importir daging, KLU-nya alat-alat listrik. Pemiliknya Singapura, padahal WNI juga," ujar Ken di Kementerian Keuangan, Kamis (2/3).
Selain itu, Ken juga mengungkapkan bila terbukti melakukan penghindaran pajak, maka pelaku usaha diharuskan membayar denda 48 persen dari total pajak terutang. Tak hanya itu pelaku usaha tetap harus melunasi pajak badan usaha sebesar 25 persen.
Nantinya, lanjut Ken, penerimaan pajak dari importir daging akan digunakan untuk mengontrol harga daging di pasaran. "Yang penting siapapun boleh bisnis tapi pajaknya harus bayar. Itu kan kembali ke masyarakat. Bu Menkeu kan kembalikan ke APBN," ujar Ken.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Yon Arsal menyebutkan, pihaknya akam memeriksa apakah pajak yang dibayarkan oleh importir sudah sesuai dengan dokumen impor. Pihaknya akan memastikan bahwa kenaikan volume impor seharusnya meningkatkan penerimaan negara.
Yon menyebutkan, Direktorat Jenderal Pajak akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencari celah pelanggaran yang dilakukan pengusaha. "Impor selama ini naik, padahal demand tidak naik signifikan. Selain daging, kami juga akan telusuri komoditas lainnya," ujar Yon.