EKBIS.CO, MATARAM -- Puluhan buruh yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar aksi di depan Kantor Gubernur NTB, Jalan Pejanggik, Kota Mataram, NTB, pada Senin (1/5).
Koordinator aksi, Khairul Ulum menuntut, kebijakan pemerintahan Jokowi-JK dan pemerintah provinsi NTB lebih berpihak pada nasib kaum buru dan tani di Indonesia dan NTB.
"Jokowi-JK terus melegalkan politik upah murah melalui PP Nomor 78 Tahun 2015," ujar dia saat menyampaikan orasi.
Khairul menilai, kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah mempertahankan skema politik upah murah. Khairul melanjutkan, penerapan konsep kerja kontrak dan outsourcing melalui UU nomor 13 tahun 2013 tentang pembentukan forum antara pengusaha dan serikat buruh di perusahaan dalam kawasan ekonomi khusus yang menentukan upah, mogok kerja, dan PHK mengakibatkan kehidupan buruh semakin merosot.
"Ini akibat kebijakan pemerintah yang tidak memihak terhadap buruh," ungkap Khairul.
Untuk NTB, massa aksi juga menyoroti masifnya pembangunan infrastuktur untuk sektor pariwisata yang belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Khairul mencontohkan, pembangunan Bandara Internasional Lombok seluas 800 hektar dan mengorbankan 5 desa hanya mampu menampung 560 karyawan dengan upah berkisar Rp 700 ribu hingga Rp 1,2 juta per bulan. Pun dengan buruh yang bekerja di lokasi wisata Senggigi yang mendapat upah mulai dari Rp 700 ribu hingga Rp 2 juta per bulan.
"Jika dibandingkan biaya hidup, dengan UMR Rp 1,6 juta per bulan tidak akan memenuhi kebutuhan hidup selama satu bulan," lanjut Khairul.
Khairul juga menyoroti minimnya perlindungan pemerintah terhadap para pekerja migran asal NTB yang bekerja di luar negeri. Massa aksi meminta pemerintah menaruh perhatian lebih agar para TKI NTB di luar negeri bisa mendapat perlindungan lebih baik.
"Berikan perlindungan sejati bagi TKI asal NTB," kata Khairul menegaskan.