EKBIS.CO, JAKARTA -- Kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri (BSM) semakin membaik di tengah ketatnya kondisi perekonomian. Pada kuartal I 2017, BSM membukukan pertumbuhan laba bersih Rp 90,26 miliar atau tumbuh 19,21 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 75,72 miliar.
Direktur BSM Choirul Anwar mengatakan, manajemen BSM fokus pada tiga strategi yakni perbaikan kualitas aktiva produktif dan optimalisasi recovery, peningkatan bisnis secara berkelanjutan, serta peningkatan produktivitas dan efisiensi. Menurutnya, peningkatan laba BSM ditopang oleh perbaokan kualitas pembiayaan, recovery ex write off (WO), meningkatnya fee based income, serta pengendalian operasional.
"Alhamdulillah, strategi yang ditetapkan membuahkan hasil," ujar Choirul dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (14/5).
Pada kuartal I 2017, BSM melakukan penghematan biaya PPAP dari perolehan recovery ex wo sebesar Rp 123 miliar. Di sisi lain, biaya operasional yang diindikasikan dengan rasio BOPO dapat dikendalikan menurun 0,6 persen menjadi 93,67 dari sebelumnya 94,27 persen. Fee based income perusahaan juga mencatatkan kinerja positif yang tumbuh menjadi Rp 256 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 200 miliar atau tumbuh 28,19 persen.
Untuk perbaikan kualitas pembiayaan, BSM berhasil menurunkan rasio Nonperforming Financing (NPF Nett) menjadi 3,16 persen di Maret 2017 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yakni sebesar 4,32 persen. Adapun NPF Gross membaik dari 6,42 persen per Maret 2016 menjadi 4,91 persen per Maret 2017. Sementara itu BSM mulai meningkatkan persentase rasio pencadangan terhadap NPF (cash coverage ratio) menjadi 65,30 persen dari periode sebelumnya sebesar 56,99 persen.
Selain itu, pertumbuhan laba juga disebabkan meningkatnya pendapatan margin bagi hasil sebesar 10,35 persen year on year (yoy) dari Rp 1,55 triliun menjadi Rp 1,71 triliun per Maret 2017. Choirul menegaskan bahwa secara likuiditas BSM sangat baik. "Ini salah satu kekuatan kami yakni likuiditas," kata Choirul.
Secara umum, indikator peningkatan bisnis BSM pada kuartal I 2017 antara lain aset tumbuh sebesar 11,83 persen (yoy) dari Rp 71,55 triliun menjadi Rp 80,01 triliun. Kemudian pembiayaan tumbuh sebesar 9,14 persen (yoy) dari Rp 50,78 triliun menjadi Rp 55,42 triliun.
Sementara, dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 12,47 persen (yoy) dari Rp 63,16 triliun menjadi Rp 71,04 triliun dengan dana murah sebesar Rp35,43 triliun atau 49,88 persen dari total DPK.
Peningkatan aset antara lain ditopang oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 12,47 persen (yoy) dari Rp 63,16 triliun per Maret 2016 menjadi Rp 71,04 triliun per Maret 2017. Dana murah BSM berupa Giro dan Tabungan mengomposisi hampir separuh dari total DPK atau sebesar Rp 35,43 triliun (49,88 persen). Sementara itu total rekening dana mencapai 6,63 juta.
Dari total DPK, giro naik 35,05 persen dari Rp5,63 triliun per Maret 2016 menjadi Rp 7,61 triliun per Maret 2017. Sedangkan, tabungan tumbuh sebesar 14,69 persen dari Rp 24,26 triliun per Maret 2016 menjadi Rp 27,82 triliun per Maret 2017. Adapun Deposito tumbuh 7,02 persen dari Rp 33,27 triliun per Maret 2016 menjadi Rp 35,60 triliun per Maret 2017.
Mengenai komposisi pembiayaan, dua segmen mencatatkan pertumbuhan tertinggi yakni segmen konsumer dan gadai yang tumbuh 14,32 persen (yoy) menjadi Rp17,53 triliun. Sedangkan pembiayaan segmen commercial banking tumbuh cukup baik sebesar 14,78 persen (yoy) menjadi Rp 6,52 triliun, dengan fokus pada healthcare dan pendidikan.
‘’Segmen ini kedepannya menjadi sumber pertumbuhan pembiayaan di BSM seiring fokus kami di segmen ritel,’’ kata Choirul.
Dari sisi permodalan, rasio permodalan BSM cukup kuat dengan peningkatan capital adequacy ratio (CAR) sebesar 1,01 persen dari 13,39 persen per Maret 2016 menjadi 14,40 persen pada Maret 2017. Di samping penumbuhan pembiayaan, manajemen BSM berhasil membukukan laba operasional sebelum beban PPAP/CKPN sebesar Rp 503 miliar. Secara konsisten BSM juga memperkuat rasio pencadangan dengan membentuk biaya PPAP sebesar Rp 378 miliar.
Di sisi lain rasio-rasio keuangan BSM lainnya meliputi rasio ROA mencapai 0,60 persen membaik sebesar 0,04 persen dibandingkan periode sebelumnya sebesar 0,56 persen. Rasio ROE mencapai 5,83 persen membaik sebesar 0,22 persen dibandingkan periode sebelumnya sebesar 5,61 persen.
Rasio margin pendapatan bersih mencapai 6,73 persen meningkat sebesar 0,24 persen, dibandingkan periode sebelumnya sebesar 6,49 persen. Sementara, Cost to Income Ratio mencapai 56,73 persen menurun sebesar 9,87 persen dibandingkan periode sebelumnya sebesar 66,60 persen. Sedangkan rasio FDR mencapai 77,75 persen menurun sebesar 0,61 persen dibandingkan periode sebelumnya sebesar 80,16 persen.