Senin 05 Jun 2017 19:36 WIB

Sri Mulyani: Pajak Terhambat Penyimpanan Dana di Tax Haven

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan usai rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan usai rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan sejumlah kondisi yang melatari diterbitkannya Perppu nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang diundangkan sejak 8 Mei 2017. Pada prinsipnya, aturan tentang pertukaran informasi keuangan disepakati oleh Indonesia dan negara anggota G20 lantaran semakin maraknya upaya yang dilakukan para wajib pajak untuk melakukan penghindaran dan pengelakan.

Data dari Boston Consulting Group (2013) terdapat 8,5 triliun dolar AS aset yang disembunyikan di negara-negara, seperti Swiss, Hong Kong, Singapura, Panama, Luxemburg, dan Uni Emirat Arab. Selain itu, data dari Washington Post diperkirakan bahwa 0,01 persen dari populasi dunia (high net worth individuals) menguasai sekitar 50 persen dari seluruh offshore assets di dunia, dan 25 persennya diperkirakan disembunyikan di luar negeri. Tak hanya itu, Sri melanjutkan, krisis keuangan global 2008 menimbulkan perlambatan dan ketidakpastian ekonomi dunia. "Untuk dapat bangkit dari krisis diperlukan sumber pendanaan untuk membiayai penyehatan sektor keuangan dan stimulus ekonomi, terutama dari pajak," kata Sri, Senin (5/6).

Sri menilai, selama ini upaya penghimpunan pajak terhambat karena praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion), yang salah satunya dilakukan dengan cara menggeser profit dan menyimpan uang dari hasil kegiatan tersebut di negara-negara suaka pajak (tax haven) atau Offshore Financial Center.

Hingga akhirnya, pada 2010 Amerika Serikat menerbitkan kebijakan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) yang mengharuskan semua Lembaga Keuangan Asing untuk memberikan informasi tentang nasabah mereka yang merupakan warga negara AS ke Internal Revenue Service (IRS). Terdorong dengan kebijakan tersebut, 620 sepakat untuk menerapkan Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI) secara global, dengan mengadopsi Common Reporting Standard (CR8) yang disusun oleh OECD bersama G20.

"Saat ini, sebanyak 100 negara atau yurisdiksi telah berkomitmen untuk ikut serta dalam AEOI, dengan 50 negara mulai bertukar pada tahun 2017, den 50 negara lainnya pada tahun 2018," kata dia.

Sementara itu, untuk melaksanakan AEOI, Pemerintah Indonesia menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) pada tanggal 3 Juni 2015 untuk mulai bertukar pada 2018. Sri juga mengungkapkan bahwa diketahui 43 persen dari total aset yang dideklarasikan dalam program pengampunan pajak terdiri dari kas dan setara kas serta investasi dan surat berharga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement