EKBIS.CO, JAKARTA -- Parlemen mengingatkan pemerintah untuk fokus membenahi permasalahan mendasar yang menimpa petani tebu, ketimbang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen yang diyakini justru memberatkan petani. Anggota Komisi XI DPR Sarmuji menilai, penerapan PPN Gula sulit untuk dilakukan jika problem yang melilit petani tebu belum diatasi. Salah satu keluhan petani tebu adalah rendemen gula yang rendah akibat teknologi pada pabrik gula kita.
"Jika rendemen gula bisa dibenahi misalkan bisa meningkat sekitar tujuh persen menjadi rata-rata sembilan persen, maka penerapan PPN bisa terkompensasi dan petani merasa tidak dirugikan," kata Sarmuji di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (10/7).
Sarmuji meminta agar pemerintah melaksanakan kewajibannya dulu membenahi pabrik gula yang bisa berefek pada peningkatan rendemen gula, baru kemudian merancang pengenaan PPN gula 10 persen. Ia menilai dengan usaha menaikkan rendemen terlebih dulu, pun jika dikenakan PPN, pemerintah mendapatkan pemasukan tanpa mengurangi kesejahteraan petani tetapi in-efisiensi ekonomi yang berkurang.
Sarmuji juga meminta pemerintah meningkatkan koordinasi lintas kementerian sebelum merealisasikan kebijakan tersebu. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ujarnya, juga perlu diajak bicara agar PPN 10 persen untuk gula tidak membebani pabrikan. "Pada dasarnya pemerintah itu satu badan. Jadi, sebelum mengeluarkan kebijakan harus berkoordinasi dulu secara internal," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan membenarkan bahwa gula pasir merupakan komoditas yang tidak masuk dalam jajaran barang tak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan kata lain, gula merupakan barang yang dikenai PPN 10 persen. Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak Kemenkeu Arif Yanuar menyebutkan, peraturan ini tertuang dalam pasal 4A ayat 2 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).