EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom dari CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai lesunya penjualan ritel belakangan ini bukan disebabkan oleh berkembangnya tren belanja online. Ia berargumen, jika e-commerce penyebabnya, maka seharusnya yang terpengaruh hanya sisi hilirnya saja, yakni toko-toko ritel.
Namun, yang terjadi saat ini, industri di hulu juga terdampak. Bukan hanya pertokoan dan mal-mal yang mengalami penurunan penjualan, banyak pula pabrik-pabrik pengolahan yang menahan produksi. Sejumlah asosiasi industri yang sudah melaporkan adanya penurunan produksi antara lain tekstil, makanan dan minuman, otomotif, hingga peralatan elektronik.
"Artinya, bukan hanya cara membelinya yang bergeser, tetapi permintaan juga melemah, sehingga produksi pun terpaksa ditahan, bahkan dikurangi," kata Faisal, lewat keterangan tertulis, Ahad (30/7).
Ia menjelaskan, penurunan penjualan di banyak sektor memang bukan hanya disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat, apalagi oleh golongan berpendapatan bawah yang memang daya belinya rendah. Faisal menyebut, faktor lain yang justru memiliki peran besar dalam penurunan penjualan tersebut adalah berubahnya pola belanja golongan kelas. Ia melihat ada gejala menahan belanja atau delayed purchase di golongan menengah tersebut.
Faisal kemudian merujuk pada data pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan selama sembilan bulan terakhir yang menunjukkan peningkatan. Namun peningkatan DPK ini terjadi pada simpanan jangka panjang (deposito) dan giro. Sementara, DPK dalam bentuk tabungan jangka pendek justru melambat. "Artinya, mereka yang menyimpan uang bank cenderung untuk semakin membatasi belanjanya dalam waktu dekat."