EKBIS.CO, TARAKAN -- Stok gula milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dari hasil musim giling tahun ini masih menumpuk 30 ribu ton karena serapan pasar yang seret.
"Biasanya stok selalu habis. Akan tetapi, pada tahun ini suplai gula pasir melimpah dan sulit masuk pasar, padahal produksi gula setiap hari 2.500 hingga 3.000 ton sampai musim giling tebu berakhir," kata Direktur Utama RNI B. Didik Prasetyo usai mengikuti Gerak Jalan 5 Kilometer di Tarakan, Ahad (13/8).
Ia mengungkap bahwa melimpahnya gula pasir di pasaran membuat harga jual gula RNI rata-rata hanya Rp 10.900,00 per kilogram. Oleh karena itu, Didik mengatakan bahwa pihaknya sudah meminta 42 cabang PT Nusindo yang bertanggung jawab atas pemasaran gula untuk mengejar pasar eceran gula pasir.
"Harga pasaran gula konsumsi yang ditetapkan Pemerintah di tingkat eceran itu Rp 12.500,00 per kilogram," katanya.
Ia menargetkan produksi gula pada tahun ini mencapai 316 ribu ton karena didukung cuaca dan angka rendemen tebu yang baik sementara tahun lalu hanya 283 ribu ton.
Angka rendemen tahun ini mampu mencapai rata-rata 7,76 persen, sedangkan pada tahun lalu sebesar 6,4 persen karena curah hujan tinggi. Akibat harga gula yang anjlok, dia memprediksikan luasan areal tebu akan mengalami penyusutan karena petani akan beralih ke usaha tani lain.
"Kami memperkirakan luas tanam tebu di wilayah RNI pada musim giling tahun depan hanya 53 ribu hektare atau berkurang 3.000 hektare dari luas tanam tebu pada tahun ini," katanya.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mencatat ada 250 ribu ton gula petani yang belum laku, menyusul adanya kebijakan pengenaan pajak pertambahan nilai 10 persen.
"Adanya kebijakan pengenaan PPN memang membuat pedagang enggan membeli gula petani karena mereka khawatir ditarik PPN," kata Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin.
Jenuhnya pasar saat ini, kata Khabsyin, juga akibat imbas dari banyaknya impor untuk gula konsumsi pada tahun 2016 yang mencapai 1,6 juta ton.
Sementara itu, Ketua DPD APTRI Jabar Dudi Bahrudin menambahkan bahwa para petani kesulitan menjual hasil panen mereka karena beredarnya gula rafinasi untuk gula konsumsi rumah tangga. "Kami melakukan sidak sendiri dan hasilnya ditemukan tertumpuk di gudang banyak gula rafinasi," kata Dudi.