EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta segera menurunkan pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pasalnya, daya beli masyarakat kini tengah lesu sehingga omzet beberapa pelaku UMKM menurun.
"Jadi saat ini merupakan momentum tepat untuk penurunan pajak UMKM," ujar Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada Republika.co.id, Jumat, (1/9). Ia menambahkan, penurunan pajak bertujuan sebagai insentif agar pertumbuhan UMKM semakin berkembang.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyatakan masih mengkaji penurunan pajak untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Pemerintah menyatakan pemotongan tersebut dilakukan untuk mendorong kepatuhan pajak UMKM.
Menurut Bhima, selama ini salah satu penghambat UMKM berkembang adalah perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) final satu persen dari omzet minimum Rp 4,8 miliar per tahun. "Kalau dihitung dari omzet dan belum mengurangi beban atau pengeluaran, maka angkanya bisa lebih besar," kata Bhima.
Idealnya, kata dia, pajak UMKM dihitung berdasarkan laba atau rugi. Jadi ketika rugi, UMKM tidak berkewajiban membayar PPh.
Bhima menuturkan, skema terbaik untuk mengurangi beban pajak adalah pertama, dengan memperbesar batasan minimum omzetnya menjadi Rp 7 miliar sampai Rp 10 miliar per tahun. Kedua, mulai mengubah skema pajak UMKM berdasarkan keuntungan bukan omzet.
"Ini khusus untuk UMKM yang pelaporan keuangannya sudahbBagus. Persoalan pajak jangan dipotong rata semua pelaku UMKM," kata Bhima.