EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk menyatakan, akan mengenakan biaya isi ulang (top up) e-money atau uang elektronik semurah-murahnya. Hal itu supaya masyarakat mudah bertransaksi menggunakan e-money.
Hanya saja, Direktur Kelembagaan BRI Sis Apik Wijayanto mengatakan, sampai hari ini belum menerima regulasi tertulis dari Bank Indonesia (BI). Pasalnya, BI merupakan lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan peraturan mengenai pengenaan biaya top up e-money.
"Kita belum terima regulasinya dari BI, tapi kalau memang peraturan itu terjadi. Kita sebagai industri perbankan akan comply aturan dengan berupaya tidak memberatkan nasabah," tutur Sis kepada wartawan di Jakarta, Senin, (18/9).
Ia menjelaskan, tujuan dikenakan biaya pada top up e-money salah satunya untuk mengembangkan infrastruktur yang menunjang pembayaran nontunai yang eliputi investasi dan pemeliharaan rutin. Hanya saja, Sis enggan menyebutkan berapa total investasi serta biaya pemeliharaan yang dibutuhkan untuk pengadaan e-money.
"Biaya investasi dan maintenance sudah kami masukkan di RBB (Rancangan Bisnis Bank). Ke depan kalau kami mau kembangkan beberapa poin ya sudah masuk RBB juga," jelas Sis.
Mengenai besaran biaya yang akan dikenakan pada top up e-money, Sis mengaku belum berani mengatakan karena harus menunggu aturan BI. Hanya saja, ia memastikan BRI akan mengambil opsi termurah.
"Katakan batas bawahnya Rp 1.000 atau Rp 1.500 ya kami akan sebesar itu," ujar Sis. Dia menyebutkan, kini e-money BRI atau Brizzi yang sudah tersebar sekitar 6,5 juta keping dengan asumsi yang aktif sekitar 40 persen.
Jelang pemberlakuan bayar tol 100 persen dengan nontunai, BRI juga berencana menambah jumlah Brizzi. "Kurang lebih tambah 1,5 juta," ujarnya.