EKBIS.CO, KUTA -- Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Member of Board of Trustee Bina Swadaya, Bayu Krisnamurthi mengatakan sektor pertanian di Indonesia membutuhkan keterlibatan banyak disiplin ilmu dan multipihak. Ini untuk mendorong lebih banyak kewirausahaan sosial berkembang di Indonesia yang pada akhirnya mengentaskan kemiskinan untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
"Urusan pertanian 75 persennya bukan berada di petani," kata Bayu dijumpai Republika dalam 2nd Social Enterprise Advocacy and Leveraging (SEAL) Conference di Kuta, Rabu (27/9).
Bayu mencontohkan Kota Jakarta dan sekitarnya membutuhkan ribuan ton pepaya setiap harinya. Kondisi berbeda dialami Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah yang produksi pepayanya justru melimpah.
"Hal pertama perlu dilakukan adalah kemampuan memetakan di mana sebetulnya sebuah produk harus dipasarkan," katanya.
Kopi Kintamani, kata mantan Wakil Menteri Pertanian ini tidak akan laku keras jika dijual di provinsi asalnya, Bali. Namun, kopi Kintamani justru laku keras di New York, Kuala Lumpur, dan Singapura.
Petani-petani kopi Bali binaan Bina Swadaya misalnya membutuhkan waktu yang tidak singkat sampai produk kopi mereka bisa diterima di pasar luar negeri. Tahapan yang perlu dilalui, antara lain memastikan kopi kintamani harus organik, terjamin kualitasnya dengan cara disertifikasi, dan jaminan memberi harga fair kepada petani kopi.
Petani yang menjual produk-produknya secara tradisional, tidak akan memetik keuntungan sebesar petani yang melakukan branding pada produknya. Perbedaan keuntungan tersebut bisa lebih dari tiga kali lipat.
"Sebuah produk pertanian hendaknya sudah didedikasikan untuk target pasar tertentu," kata Bayu.
Direktur Pengembangan Sumber Daya Alam di Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Pedesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ari Murti mengatakan kewirausahaan sosial di Indonesia tren terbesarnya didalami anak-anak muda (80 persen). Sektor paling potensial untuk digarap adalah pertanian (55 persen), layanan jasa keuangan (20 persen), kesehatan (10 persen), pendidikan (10 persen), dan akuakultur atau perikanan (lima persen). Sektor pertanian adalah sektor paling potensial, namun tak begitu digemari anak-anak muda.
"Dalam tahap ini, pemerintah menginspirasi mereka dulu dan memberi mereka keyakinan baru bahwa sektor pertanian sesungguhnya sangat menjanjikan," kata Ari.
Indonesia terdiri dari 74 ribu desa. Jika satu desa minimal membangun satu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), maka akan ada 74 ribu unit entitas bisnis baru. Pertumbuhannya di Indonesia sangat bagus, berbanding terbalik kondisinya di luar negeri di mana banyak unit entitas bisnis gulung tikar karena krisis ekonomi.
Ini yang membuat Kementerian BUMN meluncurkan korporasi mitra BUMN bernama PT Mitra BUMDes. Perusahaan ini bertugas mengakomodir dan membina BUMDes di seluruh Indonesia.