EKBIS.CO, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia dinilai mempengaruhi merosotnya nilai tukar rupiah. Faktor internal masih kuat mempengaruhi pelemahan kurs rupiah.
"Itu (penurunan kurs rupiah) harga yang harus dibayar dengan adanya penurunan suku bunga acuan BI. Bayangin saja, dalam dua bulan BI 7 day Reverse Repo Rate berturut-turut turun padahal BI bilang inflasi turun," ujar Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (3/10).
Faisal pun menyatakan, penurunan inflasi yang dikatakan BI bersifat semu. Pasalnya, kata dia, pemerintah mematok harga beras, harga gula, harga BBM, dan lainnya, bahkan Tarif Dasar Listrik (TDL), serta harga elpiji yang tidak boleh dinaikkan. "Ini yang menyebabkan nilai inflasi rendah itu semu," ujarnya.
Baginya, pelemahan nilai tukar rupiah sebagian besar dipengaruhi faktor internal. Faktor eksternal seperti pengaruh kebijakan Presiden AS, Donald Trump, dinilainya tidak terlalu memengaruhi kurs rupiah. "Penyebab dominannya ya karena penurunan suku bunga acuan itu," kata Faisal.
Ia mengimbau bank sentral agar lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan. Hal itu karena, menurutnya, Indonesia merupakan negara terbuka yang sangat tergantung pada negara luar.
"Bisa kita lihat, 30 sekian persen obligasi pemerintah dipegang oleh asing. Di pasar saham juga hampir separuhnya dikuasai asing, sehingga jika kebijakan ekonominya terlalu ambisius, akan cepat membuat kestabilan ekonomi makro ikut terganggu," tutur Faisal.
Pada Agustus lalu BI menurunkan suku bunga acuannya BI 7 day Reverse Repo Rate dari 4,75 persen menjadi 4,50 persen. Kemudian pada September, BI kembali menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,25 persen.
Sedangkan posisi rupiah, pada Selasa (3/10) sekitar pukul 13.33 WIB melemah 17 poin menjadi Rp 13.557 per dolar AS. Dalam perdagangan hari ini, kurs rupiah dibuka melemah 34 poin di level Rp 13.574 per dolar AS.