EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Lana Soelistyaningsih, menyatakan adanya penurunan daya beli masyarakat tahun ini dibandingkan tahun lalu. Hal itu dipengaruhi oleh penurunan pendapatan (income) masyarakat.
Menurut Lana, daya beli memiliki dua sisi yakni dari sisi harga dan pendapatan. Dia mengibaratkan, jika memiliki uang Rp 100 bisa membeli 10 barang, kemudian harga turun sehingga uang Rp 100 bisa membeli 11 barang, artinya daya beli membaik.
Harga barang turun terlihat dari inflasi yang terjaga. Namun, jika harga turun tapi pendapatan turun, akan menyebabkan daya beli turun.
Dengan gambaran itu, menurutnya saat ini harga relatif bisa dijaga pemerintah. Di sisi lain data-data penjualan ritel juga turun. Padahal inflasi stabil, salah satunya karena tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Bisa jadi masyarakat hold tidak membeli barang, bisa jadi masyarakat nabung, berarti tidak ada masalah di daya beli. Atau kondisi lain karena income turun," kata Lana saat dihubungi Republika, Selasa (17/10).
Lana menyatakan, ada potensi income yang diterima masyarakat turun karena perusahaan banyak beralih pada mesin. Sehingga orang yang bekerja lebih sedikit atau jam kerja dikurangi. "Kalau seperti itu kondisinya daya beli turun. Daya beli memang turun karena orang yang bekerja di pabrik digantikan mesin," ujarnya.
Dalam kondisi tersebut, perusahaan tidak bisa langsung melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Terlebih kepada karyawan tetap. Sehingga opsinya adalah mengurangi jam kerja. "Tapi ini harus dikonfirmasi lagi kepada industri. Kalau berdasarkan survei kegiatan dunia usaha yang dilakukan Bank Indonesia kuartal II 2017 dibandingkan kuartal II 2016 jam kerja turun pada beberapa jenis dunia usaha," jelasnya.
Jika dalam lima hari kerja, jam kerja karyawan di bawah delapan jam, maka kondisinya di bawah normal. Artinya para karyawan tidak bisa lembur sehingga tidak memperoleh pendapatan tambahan. "Kalau menggunakan data itu ada penurunan daya beli karena income turun," imbuhnya.
Di sisi lain, dalam menilai kinerja pemerintah khususnya selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menurutnya tidak gampang. Dia mengakui masih banyak target pemerintah yang belum tercapai. Menurutnya, tantangan ke depan pemerintah harus fokus. Karena anggaran pemerintah dan pembiayaan yang ada terbatas.
"Ke depan sebaiknya fokus. Kalau perbaikan pasti ada, seperti inflasi. Lebaran tahun ini tidak ada harga daging Rp 120 ribu. Pemerintha sudah belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Harga lebih stabil. Tapi secara keseluruhan belum mencapai target," pungkasnya.