EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Amartha Mikro Fintek mengumumkan pemenang Festival Film Pendek Amartha 2017, di Jakarta Selatan, Selasa (24/10). Dari 555 film pendek yang terkumpul, diambil enam finalis yang kemudian dipilih tiga juara.
Enam finalis yang terpilih yakni, Gudeg Mbah Lindu karya Riz Visual; Jarwo- A Metamorphic Journey karya Ampersounds Films; Purwaceng yang Disayangkan karya Two People; Sepeda Om Sahid karya 3 am Picture; Seruni Putih karya Lula Studio; serta The Balinese Bastard and 100 Roosters oleh Caecilia Sherina, Daniel Pawer, dan Ferdy Syahwara.
Film terbaik kategori dokumenter jatuh kepada Seruni Putih karya Lula Studio. Karya tersebut dinilai mampu menggambarkan semangat bangkit dari keterpurukan, kearifan lokal dan gotong royong.
Jarwo karya Ampersounds Films meraih penghargaan sebagai film pendek terbaik kedua kategori dokumenter. Film tersebut menceritakan perjuangan Jarwo yang merintis usaha tempe di wilayah eks lokalisasi Dolly di Surabaya.
Selain itu, dewan juri menetapkan predikat Honorable Judges Mentioned kepada Eddie Setiawan dengan karyanya yang berjudul Gudeg Mbah Lindu. Film tersebut juga terpilih sebagai karya favorit dengan jumlah like terbanyak.
Pemilihan karya terbaik tersebut menggandeng sutradara dan pelaku seni peran sebagai dewan juri. Mereka yakni, Nia Dinata, Garin Nugroho, Lucky Kuswandi, dan Chelsea Islan.
CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, mengatakan melalui festival film tersebut Amarthaingin mengajak masyarakat melihat potensi pengusaha mikro di Indonesia. Sebab, banyak cerita inspiratif dan menarik yang bisa memberikan suatu nilai baru yang bisa dilihat tentang Indonesia.
"Banyak cerita menarik dari 500 lebih cerita yang masuk, ada tentang petani kopi, ada pengusaha mikro yang mengolah limbah di daerah Bekasi. Cerita-cerita ini bisa menggugah kita terkait potensi usaha mikro di Indonesia. Amarta bisa memperkenalkan investasi usaha mikro," kata Andi Taufan dalam acara tersebut.
Menurut Andi Taufan, Amartha juga ingin mengedukasi publik tentang banyaknya pengusaha mikro di Indonesia melalui kompetisi film pendek. Amartha mengajak pembuat film untuk mengkreasikan film lebih menarik dan mengangkat cerita di daerah.
Nia Dinata menambahkan, dalam proses penjurian yang dinilai terutama dari sisi kreativitas, sudut pandang sinematografi, alur cerita, dan hubungan dengan tema. "Yang menjadi penting buat saya, adanya kedekatan movie maker dan subjek. Akhirnya saat nonton dokumenter kita tidak merasa digurui sehingga bisa mengikuti filmnya sehingga punya rasa peduli terhadap karakter subjek," terang Nia.
Garin Nugroho mengatakan, enam finalis tersebut mewakili keberagaman potensi dan wilayah di Indonesia. "Kami melihat dari sisi impact, kita mengenal kreativitas, komitmen dan impactnya, harus mengacu pada visinya dulu," ujarnya.
Chelsea Islan mengaku senang bisa banyak belajar dari proses penjurian kompetisi tersebut. Menurutnya, proses penjurian tidak gampang karena harus mendetail.
"Saya mendapat banyak ilmu baru tentang purwaceng, perkumpulan seruni putih, pembuat gudeg yang sangat tua, dan Jarwo bikin tempe yang menjadi inspirasi buat orang-orang di sana. Ini menarik banget. Pertama kali tapi benar-benar bermakna buat aku," ucap pemain film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar tersebut.