Rabu 25 Oct 2017 15:04 WIB

Kemendag Tolak Bea Antidumping AS Terhadap Kelapa Sawit RI

Rep: fergi nadira b/ Red: Budi Raharjo
Seorang pekerja mengecek kualitas minyak sawit mentah (CPO) di pabrik pembuatan minyak sawit.
Foto: REUTERS
Seorang pekerja mengecek kualitas minyak sawit mentah (CPO) di pabrik pembuatan minyak sawit.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan Amerika Serikat mengumumkan penetapan kewajiban bea antidumping atau pengenaan bea masuk sebesar 50,71 persen terhadap impor biodesel (minyak kelapa sawit atau CPO) dari Indonesia. Penetapan tersebut disebabkan minyak kelapa sawit dijual dengan harga di bawah nilai pasaran di Amerika.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, segera bersikap dengan mengatakan Indonesia akan berjuang untuk melakukan perlawanan terhadap penetapan bea antidumping yang dilakukan oleh AS. Pada tuduhan awal Indonesia ditengarai dumping hanya sekitar 28,1 persen. Nyatanya ditahap Affirmative Determination (AD) Indonesia dianggap dumping 50,7 persen.

"Kami dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi dengan perusahaan-perusahaan serta lawyer-nya untuk mengetahui kalkulasi atau perhitungan dumping," ujar Oke kepada Republika.co.id, Rabu (25/10).

Hasil perhitungan simulasi dumping tersebut nantinya akan disampaikan melalui submisi ke United States Departement of Commerce (USDOC). Kemudian akan disampaikan juga secara langsung melalui "spesific hearing".

Dalam waktu dekat USDOC akan melakukan verifikasi langsung AD di salah satu kantor perusahaan Indonesia di Amerika Serikat yang dijadwalkan 24 sampai 27 Oktober 2017. Kekhawatiran Oke adalah USDOC menggunakan cara baru dalam upaya untuk membuat fakta dumping melalui penggunaan Particular Market Situation (PMS) dalam menentukan dumping.

"Cara barunya itu menghitung dumping tidak menggunakan data transaksi CoP yang ada pada perusahaan yang dituduh dumping, melainkan menggunakan data best information available atau data informasi tersedia," tutupnya.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement