EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan sumber pembiayaan infrastruktur nasional tidak melulu bertumpu pada APBN, namun ada wadah lain yang juga berperan, yaitu BUMN dan swasta. Pendanaan tersebut diperlukan adanya inovasi pembiayaan agar publik dapat menikmati hasil pembangunan infrastruktur secara lebih luas.
Direktur Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Robert Pakpahan mengatakan ada tiga sudut atau sumber yang diupayakan yang dikerjakan oleh pemerintah saat ini.
Pemerintahan Joko Widodo memberikan porsi cukup besar untuk pembangunan infrastruktur tanah air. Robert mengungkapkan jumlahnya terus meningkat tajam sejak 2015. Rata-rata setiap tahun mencapai 18,5 persen sampai 19 persen dari APBN yang didedikasikan untuk belanja infrastruktur nasional.
Tahun lalu mencapai Rp 400 triliun, adapun tahun ini sebesar Rp 409 triliun dengan outlook sebesar Rp 388 triliun sampai Rp 390 triliun. Sebagian besar untuk Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan maupun lainnya, ujarnya dalam Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk "Amankah Pembiayaan Infrastruktur Negara?" di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Jumat (17/11).
Robert menambahkan, selain alokasi anggaran dari dana belanja pemerintah pusat, pembiayaan infrastruktur juga disalurkan melalui Dana Alokasi Daerah (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Desa.
Prioritas pemerintahan Jokowi sangat mencolok terlihat di infrastruktur disebabkan sebanyak lebih dari Rp 700 triliun, APBN dialokasikan untuk mendukung pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah tanah air. Sebanyak 400-an triliun disalurkan ke belanja pemerintah dan 200 an triliun dikelola pemerintah daerah, termasuk Rp 60 triliun untuk Dana Desa.
Ketentuannya 25 persen dari DAU harus menjadi spending infrastruktur di daerah. Sebanyak 60 triliun dana desa untuk infrastruktur juga, ujar Robert. Sumber kedua untuk pembiayaan infrastruktur adalah penugasan proyek yang diberikan kepada BUMN. Pembangunan jalan tol merupakan salah satu yang diberikan oleh BUMN.
Sumber ketiga, adalah pemerintah mengikuti tolak ukur negara lain melalui pembiayaan inovatif. "Kalau kita tidak punya anggaran, bukan berarti kita tidak bisa membangun infrastruktur. Ada yang namanya kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha (Public Private Partnership), hal ini memungkinkan untuk menarik swasta bekerja sama," ujar Robert.
Keterlibatan swasta membuat pemerintah tidak perlu banyak mengeluarkan investasi. "Yang penting adalah masyarakat menikmati infrastruktur publik tersebut," jelas Robert.
Adapun dari proyek infrastruktur publik yang digarap saat ini memakan anggaran pemerintah masih cukup besar yakni 41,3 persen, sedangkan BUMN mengambil porsi 22,2 persen dan swasta mencapai 36,5 persen.
Setidaknya ada 10 Proyek Infrastruktur Nasional yang dikerjasamakan dengan swasta seperti Palapa Ring dan pembangkit listrik di Batang, Jawa Tengah. Ke depannya, Roberr berharap, pemerintah akan memberikan kesempatan swasta berperan lebih besar agar tidak membebani APBN.
Meskipun begitu, pemerintah perlu memberikan kerangka hukum yang jelas dalam keterlibatan swasta ketika membangun proyek infrastruktur publik. "Kalau sesuatu proyek hendak kita kerja-samakan biasanya disiapkan detail karena pembagian risikonya harus detail antara swasta dan pemerintah," ujarnya.