EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai wacana penyederhanaan golongan tarif listrik disebabkan kelebihan pasokan energi listrik karena pemerintah sedang banyak membangun pembangkit listrik.
"Pemerintah getol membangun pembangkit listrik 35 ribu megawatt sehingga PT Perusahaan Listrik Negara mengalami kelebihan pasokan energi listrik," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/11).
Apalagi, Tulus menduga PT PLN terjerat pembelian listrik dari produsen listrik swasta. Beban kelebihan pasokan dan kontrak pembelian listrik swasta itu kemudian dialihkan ke masyarakat sebagai konsumen listrik.
Menurut Tulus, penyederhanaan tarif listrik justru akan membebani masyarakat dengan berbagai biaya untuk mengganti instalasi listrik di rumahnya dan sertifikat laik operasi yang lebih mahal. Belum lagi formula pemakaian minimal yang akan membuat tagihan listrik konsumen meningkat setelah kebijakan penyederhanaan tarif listrik diberlakukan.
"Misalnya, pemakaian minimal listrik berdaya 1.300 VA adalah 88 kWh yang harus dibayar Rp 129 ribu. Bila harus naik menjadi 5.500 VA dengan pemakaian minimal 220 kWh, maka yang harus dibayar konsumen minimal Rp 320 ribu," katanya.
Karena itu, Tulus menilai wajar bila wacana penyederhanaan sistem tarif listrik menjadi minimal 5.500 VA membuat masyarakat kebingungan dan marah karena mereka khawatir sistem baru tersebut akan membuat tagihan listrik melambung.
"Daripada menyederhanakan tarif listrik, sebaiknya pemerintah mempercepat rasio elektrifikasi ke seluruh pelosok daerah, terutama bagian Indonesia timur yang, saat ini masih rendah dan memperbaiki keandalan listrik di daerah yang masih sering padam," katanya.