EKBIS.CO, JAKARTA -- Keuangan syariah dalam beberapa tahun terakhir mulai dilirik oleh negara-negara di berbagai belahan dunia, khususnya negara Islam, tak terkecuali Indonesia. Bahkan peluang Indonesia menjadi pusat keuangan syariah pun dianggap berbagai pihak memiliki potensi cukup besar ketimbang negara lain.
Namun menurut Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Pungky Sumadi, peluang tersebut tidak segera ditangkap oleh para pelaku industri keuangan syariah di dalam negeri. Karenanya, kata dia, seringkali peluang tersebut justru diambil oleh pelaku-pelaku industri keuangan syariah dari negara lain.
Ia mencontohkan saat ada tawaran masuk dari Bank Syariah Suriname dengan sejumlah peluang yang ada. Tapi karena saat itu kondisi pelaku industri syariah Indonesia belum memungkinkan, maka Malaysia masuk.
"Jadi kita kalah cepat bergerak. Terus terang begitu. Peluang yang ada tidak termanfaatkan dengan baik," kata Pungky kepada Republika, Selasa (5/12).
Hingga September, komposisi keuangan syariah untuk pembangunan nasional sebesar 5,7 persen. Ke depan, Pungky memprediksi akan terus naik hingga kisaran 6 sampai 7,5 persen. Apalagi jika Bank Pembangunan Dearah (BPD) NTB berubah menjadi syariah, potensinya akan lebih besar dari itu.
Lebih lanjut Pungky menuturkan, rantangan yang dihadapi para pelaku industri keuangan syariah Indonesia saat ini adalah dalam melihat peluang pasar yang begitu besar. Selain itu, kata dia, para pelaku industri Tanah Air juga harus melakukan kerja sama dengan pelaku industri atau penyandang dana lainnya untuk mulai bergerak berekspansi keluar.
"Ini yang kemudian menyebabkan kemandekan perkembangan keuangan syariah dalam negeri," katanya.