EKBIS.CO, BUENOS AIRES -- Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengusulkan pengenaan bea masuk dan pajak atas barang dan jasa tak berwujud yang ditransaksikan dan ditransmisikan melalui e-commerce. Usulan tersebut ia sampaikan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organisation (WTO) ke-11 di Buenos Aires, Argentina, Selasa (12/12).
Pengenaan bea masuk dan pajak pada transaksi e-commerce, seperti yang diterapkan pada bisnis konvensional, akan menciptakan keadilan bagi kedua jenis bisnis ini. "Dengan demikian, bisnis konvensional dapat bersaing dengan barang impor yang masuk melalui ranah digital," kata Mendag, lewat siaran pers, Kamis (14/12).
Menurutnya, WTO merespons positif usulan Indonesia tersebut. Barang dan jasa yang ditransaksikan dan ditransmisikan secara lewat e-commerce akan dipertimbangkan untuk dikenakan bea masuk secara sukarela (voluntary). Pelaksanaan pengenaan bea masuk itu akan dikembalikan ke masing-masing negara.
Adapun jenis barang dan jasa tak berwujud yang dapat dikenakan bea masuk dan pajak misalnya buku digital (e-book), musik digital, jasa akuntansi, serta jasa arsitektur. Namun, jasa transmisi elektronik diusulkan agar tetap dalam moratorium sehingga tidak akan dikenakan bea masuk dan pajak.
Mendag menjelaskan, saat ini harga barang impor dari transaksi e-commerce lebih murah dibanding barang lokal karena tidak dikenakan bea masuk dan pajak. Hal ini menciptakan persaingan yang tidak sehat karena produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha konvensional dan UKM menjadi kurang kompetitif. Sebab, tak seperti barang impor di e-commerce, produk mereka dikenai pajak sehingga harganya lebih tinggi.
Jika usulan pengenaan bea masuk disetujui, sambung Mendag, pelaku usaha konvensional terutama UKM akan memiliki kesempatan bersaing dengan barang impor dari segi harga. "Skema ini akan menciptakan level persaingan yang setara antara bisnis konvensional dan bisnis digital," ujar dia.
Tak hanya itu, Enggar melanjutkan, bea masuk dan pajak dari sektor e-commerce juga berpotensi menjadi penerimaan negara yang signifikan, khususnya bagi negara-negara berkembang.
Dalam perundingan WTO di tahun-tahun sebelumnya, negara anggota selalu menyepakati dilanjutkannya moratorium atas pengenaan bea masuk dan pajak barang dan jasa yang ditransaksikan dan ditransmisikan secara elektronik. Perpanjangan moratorium itu dilakukan setiap dua tahun atau sampai konferensi WTO berikutnya. Di sidang WTO tahun ini, Indonesia mengusulkan agar moratorium tersebut dicabut.