EKBIS.CO, JAKARTA -- Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta dikatakan oleh Ketua DPP DKI Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solihin, tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. Artinya ketidaksetujuan pasti terjadi di masyarakat, tinggal perusahaan bagaimana menyikapinya.
"Ini penetapan UMP juga luar biasa. Pada kenyataannya, tidak ada satu keputusan yang menyenangkan semua pihak. Itu yang disepakati Rp 3,6 juta, juga masih banyak pihak yang belum suka. Padahal itu sudah pertimbangan," ujar dia saat ditemui dalam acara seminar di World Trade Center (WTC) 1, Jakarta Selatan, pada Jumat (15/12), bertemakan 'Prospek Ekonomi dan Bisnis tahun 2018'.
Menurut dia, alasan banyak pihak yang tidak setuju lantaran UMP merupakan upah minimum yang artinya apapun profesinya, harus menerima upah minimum ini. Sehingga, pertama ada kecemburuan, dan kedua ada selektifitas pemilihan pegawai.
Kecemburuan akan ada antara dengan pegawai baru dan pegawai yang sudah bertahun-tahun bekerja, karena mereka menerima nominal gaji yang sama. Selektifitas ini juga karena, jika ada pekerjaan untuk lulusan SMA tetapi lulusan S1 mau menerima itu, tentu perusahaan akan memilih lulusan S1.
"Perusahaan tentu jadi lebih selektif. Saya sebagai ketua, ingin ke depannya, bagaimana kegiatan saya ini dirasakan manfaat para anggotanya. Apindo sering berhadapan dengan buruh dan lain sebagainya. Apindo juga bantu selesaikan hal-hal seperti ini," kata dia.
Bagi Solihin, pengusaha dan buruh adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi Apindo harus bisa menempatkan posisinya. Bagaimanapun kalau pengusaha menekan buruh, maka buruhnya tidak akan bisa bekerja. Sebaliknya, kalau buruh yang menekan pengusaha, maka pengusahanya bangkrut dan mereka tidak ada pekerjaan lagi.
UMP ini memiliki dasar hukum yang menguatkan, di antaranya UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Serta dasar-dasar hukum lainnya.