EKBIS.CO, JAKARTA - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto meyakini Pemerintahan Jokowi tidak perlu mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM. Pemerintah, kata Hasto, lebih baik melakukan pembenahan menyeluruh di sektor energi.
Langkah ini, menurutnya, lebih efisien dan meningkatkan daya saing di sektor energi, khususnya migas yang telah menunjukkan proses yang menggembirakan. Apalagi, pengoperasian Blok Mahakam sudah dimulai oleh Pertamina yang akan perkuat kedaulatan energi.
"Terkait guna menghindari tekanan politik yang tidak perlu, maka kenaikan BBM tidaklah diperlukan, terlebih dengan potensi keuntungan Pertamina yang semakin membesar," kata Hasto melalui siaran tertulis, Selasa (2/1).
Keyakinan PDI Perjuangan itu didasari oleh keberhasilan Pemerintahan Presiden Jokowi dalam memerkuat kedaulatan energi nasional. Kebijakan energi nasional semakin mengedepankan kepentingan masyarakat bangsa. Salah satunya melalui perjanjian bisnis di sektor migas yang lebih berkeadilan.
Pada saat bersamaan, jelas Hasto, berbagai revisi kebijakan yang dilakukan oleh Menteri ESDM, Ignatius Jonan. Ini semakin mendorong peningkatan daya tarik investasi di sektor yang sangat menentukan hajat hidup orang banyak tersebut ini.
"Beroperasinya Blok Minyak Mahakam oleh Pertamina sejak 1 Januari 2018 ini tidak hanya memerkuat kemampuan nasional di dalam mengelola sektor hulu minyak dan gas. Ini juga menunjukkan kemajuan signifikan terhadap kedaulatan energi nasional," kata Hasto.
Dengan begitu, PDI Perjuangan juga turut mengucapkan selamat kepada Presiden Jokowi melalui seluruh jajaran kementerian ESDM, SKK Migas dan Pertamina atas langkah terobosan dan kerja keras tersebut.
Isu kenaikan harga BBM mengemuka menyusul adanya kenaikan harga minyak dunia pada 2018 ini. Harga minyak mentah yang dipatok 48 dolar AS per barel ternyata tidak sesuai dengan harga di pasar yang saat ini sudah menyentuh 57 dolar AS per barel.
Sejumlah kalangan memprediksi harga minyak bisa tembus 65 dolar AS per barel pada pertengahan 2018. Dampaknya, beban subsidi diperkirakan naik signifikan dari Rp 90 triliunan saat ini menjadi di atas Rp 100 triliunan.