EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekjen Persatuan Penggusaha Penggilingan Padi Beras (Perpadi) Burhanuddin menegaskan tidak ada monopoli atau permainan curang dari pengusaha beras terkait dibukanya impor. Dia mengatakan, harga tinggi justru disebabkan minimnya pasokan di lapangan. "Pasokan kan memang kurang," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (12/1).
Pihaknya pun telah menyampaikan hal tersebut pada Menteri Perdagangan beberapa waktu lalu. Ia melanjutkan, hampir semua daerah kekurangan bahan baku untuk produksi beras. Kecuali wilayah Sumatra Selatan yang sudah panen.
Sementara menurutnya, untuk wilayah Jawa, pasokan tinggi diperkirakan berlangsung pada awal Februari. "Iya tapi masih sedikitlah, mungkin banyak itu akhir Februari atau awal Maret," kata dia.
Keputusan impor tersebut indikasinya berdasarkan harga. Dia mengatakan, itu artinya, jika terjadi kenaikan harga, stok padi di lapangan kurang. Hal tersebut rupanya membuat penggilingan susah mendapat bahan baku. "Kalaupun ada harganya mahal karena produksinya enggak banyak," ujar dia.
Semua itu mengikuti hukum ekonomi supply demand. Harga gabah di penggilingan saat ini antara Rp 6.000 sampai Rp 6.500 per kilogram. Dengan angka tersebut, Burhanuddin mengakui, membuat banyak penggilingan tidak bisa bekerja.
Hitungan mereka sebagai pengusaha tidak menguntungkan untuk mengolah gabah petani menjadi beras medium. Pihaknya harus mengolah gabah untuk menghasilkan beras premium agar harga yang dihasilkan bisa menutup biaya produksi. "Keuntungan paling Rp 100 hingga Rp 200, enggak banyak-banyak apalagi sekarang harga atas dibatasi," kata dia.
Saat ini penggilingan padi total mencapai 182 di seluruh Indonesia. Dengan angka besar tersebut, menurutnya sangat kecil kemungkinan untuk melakukan monopoli. "Pemainnya banyak apalagi sekarang satgas sudah turun. Ya mana berani," ujar dia.